Tetangga Nasrudin ingin belajar bahasa Kurdi.
Maka ia minta diajari Nasrudin. Sebetulnya Nasrudin juga belum
bisa bahasa Kurdi selain beberapa patah kata. Tapi karena
tetangganya memaksa, ia pun akhirnya bersedia.
"Kita mulai dengan sop panas. Dalam bahasa Kurdi, itu
namanya Aash."
"Bagaimana dengan sop dingin ?"
"Hemm. Perlu diketahui bahwa orang Kurdi tidak pernah
membiarkan sop jadi dingin. Jadi engkau tidak akan pernah
mengatakan sop dingin dalam bahasa Kurdi."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi
karena hanya memakai pakaian yang tua dan jelek, tidak ada
seorang pun yang menyambutnya. Dengan kecewa Nasrudin pulang
kembali.
Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian
yang baru dan indah. Kali ini Tuang Rumah menyambutnya dengan
ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti
tamu-tamu lainnya.
Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan
dan berseru, "Hei baju baru, makanlah! Makanlah
sepuas-puasmu!"
Untuk mana ia memberikan alasan "Ketika aku datang
dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku
makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku
mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu
saja ini hak bajuku. Bukan untukku."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin menghadiri sebuah pesta
pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik
makan. Namun, di samping makan sebanyak-banyaknya, ia
sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan makanan.
Melihat kerakusan sahabatnya, Nasrudin mengambil teko
berisi air. Diam-dian, diisinya kantong baju sahabatnya
dengan air. Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan
berteriak,
"Hai Nasrudin, gilakah kau ? Masa kantongku kau
tuangi air!"
"Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat,"
jawab Nasrudin, "Karena tadi kulihat betapa banyak
makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan
haus. Karena itu kuberi minum secukupnya."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin sedang mengembara cukup
jauh ketika ia sampai di sebuah kampung yang sangat
kekurangan air. Menyambut Nasrudin, beberapa penduduk
mengeluh,
"Sudah enam bulan tidak turun hujan di tempat
ini, ya Mullah. Tanaman-tanaman mati. Air persediaan
kami tinggan beberapa kantong lagi. Tolonglah kami.
Berdoalah meminta hujan."
Nasrudin mau menolong mereka. Tetapi ia minta dulu
seember air. Maka datanglah setiap kepala keluarga
membawa air terakhir yang mereka miliki. Total
terkumpul hanya setengah ember air.
Nasrudin melepas pakaiannya yang kotor, dan dengan
air itu, Nasrudin mulai mencucinya. Penduduk kampung
terkejut,
"Mullah ! Itu air terakhir kami, untuk minum
anak-anak kami!"
Di tengah kegaduhan, dengan tenang Nasrudin
mengangkat bajunya, dan menjemurnya. Pada saat itu,
terdengar guntur dahsyat, yang disusul hujan lebat.
Penduduk lupa akan marahnya, dan mereka berteriak
gembira.
"Bajuku hanya satu ini," kata Nasrudin di
tengah hujan dan teriakan penduduk, "Bila aku
menjemurnya, pasti hujan turun deras!"
[Catatan Koen: Trik ini sering
digunakan oleh kaum sufi -- menggunakan
keterjepitan-keterjepitan untuk hal-hal yang berbeda.]
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin diundang berburu,
tetapi hanya dipinjami kuda yang lamban. Tidak
lama, hujan turun deras. Semua kuda dipacu kembali
ke rumah. Nasrudin melepas bajunya, melipat, dan
menyimpannya, lalu membawa kudanya ke rumah.
Setelah hujan berhenti, dipakainya kembali bajunya.
Semua orang takjub melihat bajunya yang kering,
sementara baju mereka semuanya basah, padahal kuda
mereka lebih cepat.
"Itu berkat kuda yang kau pinjamkan padaku,"
ujar Nasrudin ringan.
Keesokan harinya, cuaca masih mendung. Nasrudin
dipinjami kuda yang cepat, sementara tuan rumah
menunggangi kuda yang lamban. Tak lama kemudian
hujan kembali turun deras. Kuda tuan rumah
berjalan lambat, sehingga tuan rumah lebih basah
lagi. Sementara itu, Nasrudin melakukan hal yang
sama dengan hari sebelumnya.
Sampai rumah, Nasrudin tetap kering.
"Ini semua salahmu!" teriak tuan
rumah, "Kamu membiarkan aku mengendarai kuda
brengsek itu!"
"Masalahnya, kamu berorientasi pada kuda,
bukan pada baju."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin hampir terjatuh ke
kolam. Tapi orang yang tidak terlalu dikenal
berada di dekatnya, dan kemudian menolongnya
pada saat yang tepat. Namun setelah itu,
setiap kali bertemu Nasrudin orang itu selalu
membicarakan peristiwa itu, dan membuat
Nasrudin berterima kasih berulang-ulang.
Suatu hari, untuk yang kesekian kalinya,
orang itu menyinggung peristiwa itu lagi.
Nasrudin mengajaknya ke lokasi, dan kali ini
Nasrudin langsung melompat ke air.
"Kau lihat! Sekarang aku sudah
benar-benar basah seperti yang seharusnya
terjadi kalau engkau dulu tidak menolongku.
Sudah, pergi sana!"
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Seorang darwis ingin
belajar tentang kebijaksanaan hidup dari
Nasrudin. Nasrudin bersedia, dengan
catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa
dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun
bersedia menemani Nasrudin dan melihat
perilakunya.
Malam itu Nasrudin menggosok kayu
membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya.
"Mengapa api itu kau tiup?"
tanya sang darwis. "Agar lebih panas
dan lebih besar apinya," jawab
Nasrudin.
Setelah api besar, Nasrudin memasak
sop. Sop menjadi panas. Nasrudin
menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia
mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup
sonya.
"Mengapa sop itu kau tiup?"
tanya sang darwis. "Agar lebih dingin
dan enak dimakan," jawab Nasrudin.
"Ah, aku rasa aku tidak jadi
belajar darimu," ketus si darwis,
"Engkau tidak bisa konsisten dengan
pengetahuanmu."
Ah, konsistensi.
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Salah seorang murid
Nasrudin di sekolah bertanya,
"Manakah keberhasilan yang paling
besar: orang yang bisa menundukkan
sebuah kerajaan, orang yang bisa
tetapi tidak mau, atau orang yang
mencegah orang lain melakukan hal itu
?"
"Nampaknya ada tugas yang
lebih sulit daripada ketiganya,"
kata Nasruddin.
"Apa itu?"
"Mencoba mengajar engkau untuk
melihat segala sesuatu sebagaimana
adanya."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Seorang yang
filosof dogmatis sedang
meyampaikan ceramah. Nasrudin
mengamati bahwa jalan pikiran sang
filosof terkotak-kotak, dan sering
menggunakan aspek intelektual yang
tidak realistis. Setiap masalah
didiskusikan dengan menyitir
buku-buku dan kisah-kisah klasik,
dianalogikan dengan cara yang
tidak semestinya.
Akhirnya, sang penceramah
mengacungkan buku hasil karyanya
sendiri. nasrudin segera
mengacungkan tangan untuk
menerimanya pertama kali. Sambil
memegangnya dengan serius,
Nasrudin membuka halaman demi
halaman, berdiam diri. Lama
sekali. Sang penceramah mulai
kesal.
"Engkau bahkan membaca
bukuku terbalik!"
"Aku tahu," jawab
Nasrudin acuh, "Tapi karena
cuma ini satu-satunya hasil
karyamu, rasanya, ya, memang
begini caranya mempelajari jalan
pikiranmu."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin
sedang menjadi hakim di
pengadilan kota. Mula-mula ia
mendengarkan dakwaan yang
berapi-api dengan fakta yang
tak tersangkalkan dari jaksa.
Setelah jaksa selesai dengan
dakwaannya, Nasrudin
berkomentar:
"Aku rasa engkau
benar."
Petugas majelis membujuk
Nasrudin, mengingatkan bahwa
terdakwa belum membela diri.
Terdakwa diwakili oleh
pengacara yang pandai mengolah
logika, sehingga Nasrudin
kembali terpikat. Setelah
pengacara selesai, Nasrudin
kembali berkomentar:
"Aku rasa engkau
benar."
Petugas mengingatkan
Nasrudin bahwa tidak mungkin
jaksa betul dan sekaligus
pengacara juga betul. Harus
ada salah satu yang salah !
Nasrudin menatapnya lesu, dan
kemudian berkomentar:
"Aku rasa engkau
benar."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin
bersantai di bawah pohon
arbei di kebunnya.
Dilihatnya seluruh kebun,
terutama tanaman labu yang
mulai berbuah besar-besar
dan ranum. Seperti biasa,
Nasrudin merenung.
"Aku heran, apa
sebabnya pohon arbei
sebesar ini hanya bisa
menghasilkan buah yang
kecil. Padahal, labu yang
merambat dan mudah patah
saja bisa menghasilkan
buah yang
besar-besar."
Angin kecil bertiup.
Ranting arbei bergerak dan
saling bergesekan. Sebiji
buah arbei jatuh tepat di
kepala Nasrudin yang
sedang tidak bersorban.
"Ah. Kurasa aku
tahu sebabnya."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh ISNET,
1998. |
Dalam
pengembaraannya,
Nasrudin singgah di
ibukota. Di sana
langsung timbul kabar
burung bahwa Nasrudin
telah menguasai bahasa
burung-burung. Raja
sendiri akhirnya
mendengar kabar itu.
Maka dipanggillah
Nasrudin ke istana.
Saat itu kebetulan
ada seekor burung
hantu yang sering
berteriak di dekat
istana. Bertanyalah
raja pada Nasrudin,
"Coba katakan,
apa yang diucapkan
burung hantu
itu!"
"Ia
mengatakan," kata
Nasrudin, "Jika
raja tidak berhenti
menyengsarakan rakyat,
maka kerajaannya akan
segera runtuh seperti
sarangnya."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin
sedang dalam
perjalanan dengan
pastur dan yogi.
Pada hari
kesekian, bekal
mereka tinggal
sepotong kecil
roti.
Masing-masing
merasa berhak
memakan roti itu.
Setelah debat
seru, akhirnya
mereka bersepakat
memberikan roti
itu kepada yang
malam itu
memperoleh mimpi
paling relijius.
Tidurlah mereka.
Pagi harinya,
saat bangun,
pastur bercerita:
"Aku bermimpi
melihat kristus
membuat tanda
salib. Itu adalah
tanda yang
istimewa
sekali."
Yogi menukas,
"Itu memang
istimewa. Tapi aku
bermimpi melakukan
perjalanan ke
nirwana, dan
menemui tempat
paling
damai."
Nasrudin
berkata, "Aku
bermimpi sedang
kelaparan di
tengah gurun, dan
tampak bayangan
nabi Khidir
bersabda 'Kalau
engkau lapar,
makanlah roti
itu.' Jadi aku
langsung bangun
dan memakan roti
itu saat itu
juga."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga penaklukan Bangsa Mongol. Sewaktu masih sangat muda, Nasrudin selalu membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan pelajaran sekolah. Maka gurunya yang bijak bernubuwat: "Kelak, ketika engkau sudah dewasa, engkau akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katamu, orang-orang akan menertawaimu."
[ Site Isnet ] Dirancang
oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga penaklukan Bangsa Mongol. Sewaktu masih sangat muda, Nasrudin selalu membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan pelajaran sekolah. Maka gurunya yang bijak bernubuwat: "Kelak, ketika engkau sudah dewasa, engkau akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katamu, orang-orang akan menertawaimu."
[ Site Isnet ] Dirancang
oleh ISNET,
1998. |
Nasrudin
pulang
malam
bersama
teman-temannya.
Di
pintu
rumah
mereka
berpisah.
Di
dalam
rumah,
istri
Nasrudin
sudah
menanti
dengan
marah.
"Aku
telah
bersusah
payah
memasak
untukmu
sore
tadi
!"
katanya
sambil
menjewer
Nasrudin.
Karena
kuatnya,
Nasrudin
terpelanting
dan
jatuh
menabrak
peti.
Mendengar
suara
gaduh,
teman-teman
Nasrudin
yang
belum
terlalu
jauh
kembali,
dan
bertanya
dari
balik
pintu,
"Ada
apa
Nasrudin,
malam-malam
begini
ribut
sekali?"
"Jubahku
jatuh
dan
menabrak
peti,"
jawab
Nasrudin.
"Jubah
jatuh
saja
ribut
sekali
?"
"Tentu
saja,"
sesal
Nasrudin,
"Karena
aku
masih
berada
di
dalamnya."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
berlayar
dengan
kapal
besar.
Cuaca
cerah
menyegarkan,
tetapi
Nasrudin
selalu
mengingatkan
orang
akan
bahaya
cuaca
buruk.
Orang-orang
tak
mengindahkannya.
Tapi
kemudian
cuaca
benar-benar
menjadi
buruk,
badai
besar
menghadang,
dan
kapal
terombang
ambing
nyaris
tenggelam.
Para
penumpang
mulai
berlutut,
berdoa,
dan
berteriak-teriak
minta
tolong.
Mereka
berdoa
dan
berjanji
untuk
berbuat
sebanyak
mungkin
kebajikan
jika
mereka
selamat.
"Teman-teman!"
teriak
Nasrudin.
"Jangan
boros
dengan
janji-janji
indah!
Aku
melihat
daratan!"
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Setelah
bepergian
jauh,
Nasrudin
tiba
kembali
di
rumah.
Istrinya
menyambut
dengan
gembira,
"Aku
punya
sepotong
keju
untukmu,"
kata
istrinya.
"Alhamdulillah,"
puji
Nasrudin,
"Aku
suka
keju.
Keju
itu
baik
untuk
kesehatan
perut."
Tidak
lama
Nasrudin
kembali
pergi.
Ketika
ia
kembali,
istrinya
menyambutnya
dengan
gembira
juga.
"Adakah
keju
untukku
?"
tanya
Nasrudin.
"Tidak
ada
lagi,"
kata
istrinya.
Kata
Nasrudin,
"Yah,
tidak
apa-apa.
Lagipula
keju
itu
tidak
baik
bagi
kesehatan
gigi."
"Jadi
mana
yang
benar
?"
kata
istri
Nasrudin
bertanya-tanya,
"Keju
itu
baik
untuk
perut
atau
tidak
baik
untuk
gigi
?"
"Itu
tergantung,"
sambut
Nasrudin,
"Tergantung
apakah
kejunya
ada
atau
tidak."
[Catatan
Koen:
salah
satu
favorit
saya]
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Seorang
tetangga
Nasrudin
telah
lama
bepergian
ke
negeri
jauh.
Ketika
pulang,
ia
menceritakan
pengalaman-pengalamannya
yang
aneh
di
negeri
orang.
"Kau
tahu,"
katanya
pada
Nasrudin,
"Ada
sebuah
negeri
yang
aneh.
Di
sana
udaranya
panas
bukan
main
sehingga
tak
seorangpun
yang
mau
memakai
pakaian,
baik
lelaki
maupun
perempuan."
Nasrudin
senang
dengan
lelucon
itu.
Katanya,
"Kalau
begitu,
bagaimana
cara
kita
membedakan
mana
orang
yang
lelaki
dan
mana
yang
perempuan?"
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Ketika
memiliki
uang
cukup
banyak,
Nasrudin
membeli
ikan
di
pasar
dan
membawanya
ke
rumah.
Ketika
istrinya
melihat
ikan
yang
banyak
itu,
ia
berpikir,
"Oh,
sudah
lama
aku
tidak
mengundang
teman-temanku
makan
di
sini."
Ketika
malam
itu
Nasrudin
pulang
kembali,
ia
berharap
ikannya
sudah
dimasakkan
untuknya.
Alangkah
kecewanya
ia
melihat
ikan-ikannya
itu
sudah
habis,
tinggal
duri-durinya
saja.
"Siapa
yang
menghabiskan
ikan
sebanyak
ini
?"
Istrinya
menjawab,
"Kucingmu
itu,
tentu
saja.
Mengapa
kau
pelihara
juga
kucing
yang
nakal
dan
rakus
itu!"
Nasrudin
pun
makan
malam
dengan
seadanya
saja.
Setelah
makan,
dipanggilnya
kucingnya,
dibawanya
ke
kedai
terdekat,
diangkatnya
ke
timbangan,
dan
ditimbangnya.
Lalu
ia
pulang
ke
rumah,
dan
berkata
cukup
keras,
"Ikanku
tadi
dua
kilo
beratnya.
Yang
barusan
aku
timbang
ini
juga
dua
kilo.
Kalau
kucingku
dua
kilo,
mana
ikannya
?
Dan
kalau
ini
ikan
dua
kilo,
lalu
mana
kucingnya
?"
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
sedang
merenungi
harmoni
alam,
dan
kebesaran
Penciptanya.
"Oh
kasih
yang
agung. Seorang
tukang
melucu
menggodanya,
"Bagaimana
jika
ada
orang
jelek
dan
dungu
lewat
di
depan
matamu
?"
Nasrudin
berbalik,
menatapnya,
dan
menjawab
dengan
konsisten:
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
berjalan
di
jalan
raya
dengan
mengenakan
jubah
hitam
tanda
duka,
ketika
seseorang
bertanya,
"Mengapa
engkau
berpakaian
seperti
ini,
Nasrudin?
Apa
ada
yang
meninggal."
"Yah,"
kata
sang
Mullah,
"Bisa
saja
terjadi
tanpa
kita
diberi
tahu."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Telah
berulang
kali
Nasrudin
mendatangi
seorang
hakim
untuk
mengurus
suatu
perjanjian.
Hakim
di
desanya
selalu
mengatakan
tidak
punya
waktu
untuk
menandatangani
perjanjian
itu.
Keadaan
ini
selalu
berulang
sehingga
Nasrudin
menyimpulkan
bahwa
si
hakim
minta
disogok.
Tapi
--
kita
tahu
--
menyogok
itu
diharamkan.
Maka
Nasrudin
memutuskan
untuk
melemparkan
keputusan
ke
si
hakim
sendiri.
Nasrudin
menyiapkan
sebuah
gentong.
Gentong
itu
diisinya
dengan
tahi
sapi
hingga
hampir
penuh.
Kemudian
di
atasnya,
Nasrudin
mengoleskan
mentega
beberapa
sentimeter
tebalnya.
Gentong
itu
dibawanya
ke
hadapan
Pak
Hakim.
Saat
itu
juga
Pak
Hakim
langsung
tidak
sibuk,
dan
punya
waktu
untuk
membubuhi
tanda
tangan
pada
perjanjian
Nasrudin.
Nasrudin
kemudian
bertanya,
"Tuan,
apakah
pantas
Tuan
Hakim
mengambil
gentong
mentega
itu
sebagai
ganti
tanda
tangan
Tuan
?"
Hakim
tersenyum
lebar.
"Ah,
kau
jangan
terlalu
dalam
memikirkannya."
Ia
mencuil
sedikit
mentega
dan
mencicipinya.
"Wah,
enak
benar
mentega
ini!"
"Yah,"
jawab
Nasrudin,
"Sesuai
ucapan
Tuan
sendiri,
jangan
terlalu
dalam."
Dan
berlalulah
Nasrudin.
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Seorang
pemuda
baru
saja
mewarisi
kekayaan
orang
tuanya.
Ia
langsung
terkenal
sebagai
orang
kaya,
dan
banyak
orang
yang
menjadi
kawannya.
Namun
karena
ia
tidak
cakap
mengelola,
tidak
lama
seluruh
uangnya
habis.
Satu
per
satu
kawan-kawannya
pun
menjauhinya.
Ketika
ia
benar-benar
miskin
dan
sebatang
kara,
ia
mendatangi
Nasrudin.
Bahkan
pada
masa
itu
pun,
kaum
wali
sudah
sering
[hanya]
dijadikan
perantara
untuk
memohon
berkah.
"Uang
saya
sudah
habis,
dan
kawan-kawan
saya
meninggalkan
saya.
Apa
yang
harus
saya
lakukan?"
keluh
pemuda
itu.
"Jangan
khawatir,"
jawab
Nasrudin,
"Segalanya
akan
normal
kembali.
Tunggu
saja
beberapa
hari
ini.
Kau
akan
kembali
tenang
dan
bahagia."
Pemuda
itu
gembira
bukan
main.
"Jadi
saya
akan
segera
kembali
kaya?"
"Bukan
begitu
maksudku.
Kalu
salah
tafsir.
Maksudku,
dalam
waktu
yang
tidak
terlalu
lama,
kau
akan
terbiasa
menjadi
orang
yang
miskin
dan
tidak
mempunyai
teman."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Keledai
Nasrudin
jatuh
sakit.
Maka
ia
meminjam
seekor
kuda
kepada
tetangganya.
Kuda
itu
besar
dan
kuat
serta
kencang
larinya.
Begitu
Nasrudin
menaikinya,
ia
langsung
melesat
secepat
kilat,
sementara
Nasrudin
berpegangan
di
atasnya,
ketakutan.
Nasrudin
mencoba
membelokkan
arah
kuda.
Tapi
sia-sia.
Kuda
itu
lari
lebih
kencang
lagi.
Beberapa
teman
Nasrudin
sedang
bekerja
di
ladang
ketika
melihat
Nasrudin
melaju
kencang
di
atas
kuda.
Mengira
sedang
ada
sesuatu
yang
penting,
mereka
berteriak,
"Ada
apa
Nasrudin
?
Ke
mana
engkau
?
Mengapa
terburu-buru
?"
Nasrudin
balas
berteriak,
"Saya
tidak
tahu
!
Binatang
ini
tidak
mengatakannya
kepadaku
!"
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
"Apa
artinya
nasib,
Mullah
?"
"Asumsi-asumsi."
"Bagaimana
?"
"Begini.
Engkau
menganggap
bahwa
segalanya
akan
berjalan
baik,
tetapi
kenyataannya
tidak
begitu.
Nah
itu
yang
disebut
nasib
buruk.
Atau,
engkau
punya
asumsi
bahwa
hal-hal
tertentu
akan
menjadi
buruk,
tetapi
nyatanya
tidak
terjadi.
Itu
nasib
baik
namanya.
Engkau
punya
asumsi
bahwa
sesuatu
akan
terjadi
atau
tidak
terjadi,
kemudian
engkau
kehilangan
intuisi
atas
apa
yang
akan
terjadi,
dan
akhirnya
berasumsi
bahwa
masa
depan
tidak
dapat
ditebak.
Ketika
engkau
terperangkap
di
dalamnya,
maka
engkau
namakan
itu
nasib."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
berbincang-bincang
dengan
hakim
kota.
Hakim
kota,
seperti
umumnya
cendekiawan
masa
itu,
sering
berpikir
hanya
dari
satu
sisi
saja.
Hakim
memulai,
"Seandainya
saja,
setiap
orang
mau
mematuhi
hukum
dan
etika,
..."
Nasrudin
menukas,
"Bukan
manusia
yang
harus
mematuhi
hukum,
tetapi
justru
hukum
lah
yang
harus
disesuaikan
dengan
kemanusiaan."
Hakim
mencoba
bertaktik,
"Tapi
coba
kita
lihat
cendekiawan
seperti
Anda.
Kalau
Anda
memiliki
pilihan:
kekayaan
atau
kebijaksanaan,
mana
yang
akan
dipilih?"
Nasrudin
menjawab
seketika,
"Tentu,
saya
memilih
kekayaan."
Hakim
membalas
sinis,
"Memalukan.
Anda
adalah
cendekiawan
yang
diakui
masyarakat.
Dan
Anda
memilih
kekayaan
daripada
kebijaksanaan?"
Nasrudin
balik
bertanya,
"Kalau
pilihan
Anda
sendiri?"
Hakim
menjawab
tegas,
"Tentu,
saya
memilih
kebijaksanaan."
Dan
Nasrudin
menutup,
"Terbukti,
semua
orang
memilih
untuk
memperoleh
apa
yang
belum
dimilikinya."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Hari
Jum`at
itu,
Nasrudin
menjadi
imam
Shalat
Jum`at.
Namun
belum
lama
ia
berkhutbah,
dilihatnya
para
jamaah
terkantuk-kantuk,
dan
bahkan
sebagian
tertidur
dengan
lelap.
Maka
berteriaklah
Sang
Mullah,
"Api
!
Api
!
Api
!"
Segera
saja,
seisi
masjid
terbangun,
membelalak
dengan
pandangan
kaget,
menoleh
kiri-kanan.
Sebagian
ada
yang
langsung
bertanya,
"Dimana
apinya,
Mullah
?"
Nasrudin
meneruskan
khutbahnya,
seolah
tak
acuh
pada
yang
bertanya,
"Api
yang
dahsyat
di
neraka,
bagi
mereka
yang
lalai
dalam
beribadah."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
menjadi
orang
penting
di
istana,
dan
bersibuk
mengatur
urusan
di
dalam
istana.
Suatu
hari
raja
merasa
lapar.
Beberapa
koki
menyajikan
hidangan
yang
enak
sekali.
"Tidakkah
ini
sayuran
terbaik
di
dunia,
Mullah
?"
tanya
raja
kepada
Nasrudin. Maka
raja
meminta
dimasakkan
sayuran
itu
setiap
saat.
Lima
hari
kemudian,
ketika
koki
untuk
yang
kesepuluh
kali
memasak
masakan
yang
sama,
raja
berteriak:
"Singkirkan
semuanya!
Aku
benci
makanan
ini!"
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Suatu
malam
seorang
pencuri
memasuki
rumah
Nasrudin.
Kabetulan
Nasrudin
sedang
melihatnya.
Karena
ia
sedang
sendirian
aja,
Nasrudin
cepat-cepat
bersembunyi
di
dalam
peti.
Sementara
itu
pencuri
memulai
aksi
menggerayangi
rumah.
Sekian
lama
kemudian,
pencuri
belum
menemukan
sesuatu
yang
berharga.
Akhirnya
ia
membuka
peti
besar,
dan
memergoki
Nasrudin
yang
bersembunyi.
"Aha!"
kata
si
pencuri,
"Apa
yang
sedang
kau
lakukan
di
sini,
ha?"
"Aku
malu,
karena
aku
tidak
memiliki
apa-apa
yang
bisa
kau
ambil.
Itulah
sebabnya
aku
bersembunyi
di
sini."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Kebetulan
Nasrudin
sedang
ke
kota
raja.
Tampaknya
ada
kesibukan
luar
biasa
di
istana.
Karena
ingin
tahu,
Nasrudin
mencoba
mendekati
pintu
istana.
Tapi
pengawal
bersikap
sangat
waspada
dan
tidak
ramah.
"Menjauhlah
engkau,
hai
mullah!"
teriak
pengawal.
[Nasrudin
dikenali
sebagai
mullah
karena
pakaiannya]
"Mengapa
?"
tanya
Nasrudin.
"Raja
sedang
menerima
tamu-tamu
agung
dari
seluruh
negeri.
Saat
ini
sedang
berlangsung
pembicaraan
penting.
Pergilah
!"
"Tapi
mengapa
rakyat
harus
menjauh
?"
"Pembicaraan
ini
menyangkut
nasib
rakyat.
Kami
hanya
menjaga
agar
tidak
ada
perusuh
yang
masuk
dan
mengganggu.
Sekarang,
pergilah
!"
"Iya,
aku
pergi.
Tapi
pikirkan:
bagaimana
kalau
perusuhnya
sudah
ada
di
dalam
sana
?"
kata
Nasrudin
sambil
beranjak
dari
tempatnya.
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
meminjam
periuk
kepada
tetangganya.
Seminggu
kemudian,
ia
mengembalikannya
dengan
menyertakan
juga
periuk
kecil
di
sampingnya.
Tetangganya
heran
dan
bertanya
mengenai
periuk
kecil
itu.
"Periukmu
sedang
hamil
waktu
kupinjam.
Dua
hari
kemudian
ia
melahirkan
bayinya
dengan
selamat."
Tetangganya
itu
menerimanya
dengan
senang.
Nasrudin
pun
pulang.
Beberapa
hari
kemudian,
Nasrudin
meminjam
kembali
periuk
itu.
Namun
kali
ini
ia
pura-pura
lupa
mengembalikannya.
Sang
tetangga
mulai
gusar,
dan
ia
pun
datang
ke
rumah
Nasrudin,
Sambil
terisak-isak,
Nasrudin
menyambut
tamunya,
"Oh,
sungguh
sebuah
malapetaka.
Takdir
telah
menentukan
bahwa
periukmu
meninggal
di
rumahku.
Dan
sekarang
telah
kumakamkan."
Sang
tetangga
menjadi
marah,
"Ayo
kembalikan
periukku.
Jangan
belagak
bodoh.
Mana
ada
periuk
bisa
meninggal
dunia!"
"Tapi
periuk
yang
bisa
beranak,
tentu
bisa
pula
meninggal
dunia,"
kata
Nasrudin,
sambil
menghentikan
isaknya.
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Seorang
filosof
menyampaikan
pendapat,
"Segala
sesuatu
harus
dibagi
sama
rata."
"Aku
tak
yakin
itu
dapat
dilaksanakan,"
kata
seorang
pendengar
yang
skeptik.
"Tapi
pernahkah
engkau
mencobanya
?"
balas
sang
filosof.
"Aku
pernah,"
sahut
Nasrudin,
"Aku
beri
istriku
dan
keledaiku
perlakuan
yang
sama.
Mereka
memperoleh
apa
pun
yang
mereka
inginkan."
"Bagus
sekali,"
kata
sang
filosof,
"Dan
bagaimana
hasilnya
?"
"Hasilnya
?
Seekor
keledai
yang
baik
dan
seorang
istri
yang
buruk."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Ada
kabar
angin
bahwa
Mullah
Nasrudin
berprofesi
juga
sebagai
penyelundup.
Maka
setiap
melewati
batas
wilayah,
penjaga
gerbang
menggeledah
jubahnya
yang
berlapis-lapis
dengan
teliti.
Tetapi
tidak
ada
hal
yang
mencurigakan
yang
ditemukan.
Untuk
mengajar,
Mullah
Nasrudin
memang
sering
harus
melintasi
batas
wilayah.
Suatu
malam,
salah
seorang
penjaga
mendatangi
rumahnya.
"Aku
tahu,
Mullah,
engkau
penyelundup.
Tapi
aku
menyerah,
karena
tidak
pernah
bisa
menemukan
barang
selundupanmu.
Sekarang,
jawablah
penasaranku:
apa
yang
engkau
selundupkan
?"
"Jubah,"
kata
Nasrudin,
serius.
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
kehilangan
sorban
barunya
yang
bagus
dan
mahal.
Tidak
lama
kemudian,
Nasrudin
tampak
menyusun
maklumat
yang
menawarkan
setengah
keping
uang
perak
bagi
yang
menemukan
dan
mengembalikan
sorbannya.
Seseorang
protes,
"Tapi
penemunya
tentu
tidak
akan
mengembalikan
sorbanmu.
Hadiahnya
tidak
sebanding
dengan
harga
sorban
itu."
"Nah,"
kata
Nasrudin,
"Kalau
begitu
aku
tambahkan
bahwa
sorban
itu
sudah
tua,
kotor,
dan
sobek-sobek."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
hampir
selalu
miskin.
Ia
tidak
mengeluh,
tapi
suatu
hari
istrinyalah
yang
mengeluh.
"Tapi
aku
mengabdi
kepada
Allah
saja,"
kata
Nasrudin.
"Kalau
begitu,
mintalah
upah
kepada
Allah,"
kata
istrinya.
Nasrudin
langsung
ke
pekarangan,
bersujud,
dan
berteriak
keras-keras,
"Ya
Allah,
berilah
hamba
upah
seratus
keping
perak!"
berulang-ulang.
Tetangganya
ingin
mempermainkan
Nasrudin.
Ia
melemparkan
seratus
keping
perak
ke
kepala
Nasrudin.
Tapi
ia
terkejut
waktu
Nasrudin
membawa
lari
uang
itu
ke
dalam
rumah
dengan
gembira,
sambil
berteriak
"Hai,
aku
ternyata
memang
wali
Allah.
Ini
upahku
dari
Allah."
Sang
tetangga
menyerbu
rumah
Nasrudin,
meminta
kembali
uang
yang
baru
dilemparkannya.
Nasrudin
menjawab
"Aku
memohon
kepada
Allah,
dan
uang
yang
jatuh
itu
pasti
jawaban
dari
Allah."
Tetangganya
marah.
Ia
mengajak
Nasrudin
menghadap
hakim.
Nasrudin
berkelit,
"Aku
tidak
pantas
ke
pengadilan
dalam
keadaan
begini.
Aku
tidak
punya
kuda
dan
pakaian
bagus.
Pasti
hakim
berprasangka
buruk
pada
orang
miskin."
Sang
tetangga
meminjamkan
jubah
dan
kuda.
Tidak
lama
kemudian,
mereka
menghadap
hakim.
Tetangga
Nasrudin
segera
mengadukan
halnya
pada
hakim.
"Bagaimana
pembelaanmu?"
tanya
hakim
pada
Nasrudin.
"Tetangga
saya
ini
gila,
Tuan,"
kata
Nasrudin.
"Apa
buktinya?"
tanya
hakim.
"Tuan
Hakim
bisa
memeriksanya
langsung.
Ia
pikir
segala
yang
ada
di
dunia
ini
miliknya.
Coba
tanyakan
misalnya
tentang
jubah
saya
dan
kuda
saya,
tentu
semua
diakui
sebagai
miliknya.
Apalagi
pula
uang
saya."
Dengan
kaget,
sang
tetangga
berteriak,
"Tetapi
itu
semua
memang
milikku!"
Bagi
sang
hakim,
bukti-bukti
sudah
cukup.
Perkara
putus.
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin
mengambil
tangganya
dan
menggunakannya
untuk
naik
ke
pohon
tetangganya.
Tetapi
sang
tetangga
memergokinya.
"Sedang
apa
kau,
Nasrudin
?"
Nasrudin
berimprovisasi,
"Aku
...
punya
sebuah
tangga
yang
bagus,
dan
sedang
aku
jual."
"Dasar
bodoh.
Pohon
itu
bukan
tempat
menjual
tangga!"
kata
sang
tetangga,
marah.
Nasrudin
bergaya
filosof.
"Tangga,
bisa
dijual
di
mana
saja."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
Nasrudin turut mengalami pendudukan Bangsa Mongol di bawah panglima Timur Lenk yang kejam. Timur Lenk banyak sekali melakukan penghancuran kebudayaan, tetapi dengan berbagai kecerdikan, Nasrudin dapat melewati masa ini. Konon, antara lain berkat pengaruh Nasrudin pula lah akhirnya Timur Lenk meninggalkan tanah air Nasrudin, meneruskan pengembaraan barbarnya.
[ Site Isnet ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Tak
lama
setelah
menduduki
kawasan
Anatolia,
Timur
Lenk
mengundangi
para
ulama
di
kawasan
itu.
Setiap
ulama
beroleh
pertanyaan
yang
sama:
"Jawablah:
apakah
aku
adil
ataukah
lalim.
Kalau
menurutmu
aku
adil,
maka
dengan
keadilanku
engkau
akan
kugantung.
Sedang
kalau
menurutmu
aku
lalim,
maka
dengan
kelalimanku
engkau
akan
kupenggal."
Beberapa
ulama
telah
jatuh
menjadi
korban
kejahatan
Timur
Lenk
ini.
Dan
akhirnya,
tibalah
waktunya
Nasrudin
diundang.
Ini
adalah
perjumpaan
resmi
Nasrudin
yang
pertama
dengan
Timur
Lenk.
Timur
Lenk
kembali
bertanya
dengan
angkuh
:
"Jawablah:
apakah
aku
adil
ataukah
lalim.
Kalau
menurutmu
aku
adil,
maka
dengan
keadilanku
engkau
akan
kugantung.
Sedang
kalau
menurutmu
aku
lalim,
maka
dengan
kelalimanku
engkau
akan
kupenggal."
Dan
dengan
menenangkan
diri,
Nasrudin
menjawab
:
"Sesungguhnya,
kamilah,
para
penduduk
di
sini,
yang
merupakan
orang-orang
lalim
dan
abai.
Sedangkan
Anda
adalah
pedang
keadilan
yang
diturunkan
Allah
yang
Maha
Adil
kepada
kami."
Setelah
berpikir
sejenak,
Timur
Lenk
mengakui
kecerdikan
jawaban
itu.
Maka
untuk
sementara
para
ulama
terbebas
dari
kejahatan
Timur
Lenk
lebih
lanjut.
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Timur
Lenk
menghadiahi
Nasrudin
seekor
keledai.
Nasrudin
menerimanya
dengan
senang
hati.
Tetapi
Timur
Lenk
berkata,
"Ajari
keledai
itu
membaca.
Dalam
dua
minggu,
datanglah
kembali
ke
mari,
dan
kita
lihat
hasilnya."
Nasrudin
berlalu,
dan
dua
minggu
kemudian
ia
kembali
ke
istana.
Tanpa
banyak
bicara,
Timur
Lenk
menunjuk
ke
sebuah
buku
besar.
Nasrudin
menggiring
keledainya
ke
buku
itu,
dan
membuka
sampulnya.
Si
keledai
menatap
buku
itu,
dan
tak
lama
mulai
membalik
halamannya
dengan
lidahnya.
Terus
menerus,
dibaliknya
setiap
halaman
sampai
ke
halaman
akhir.
Setelah
itu
si
keledai
menatap
Nasrudin.
"Demikianlah,"
kata
Nasrudin,
"Keledaiku
sudah
bisa
membaca."
Timur
Lenk
mulai
menginterogasi,
"Bagaimana
caramu
mengajari
dia
membaca
?"
Nasrudin
berkisah,
"Sesampainya
di
rumah,
aku
siapkan
lembaran-lembaran
besar
mirip
buku,
dan
aku
sisipkan
biji-biji
gandum
di
dalamnya.
Keledai
itu
harus
belajar
membalik-balik
halam
untuk
bisa
makan
biji-biji
gandum
itu,
sampai
ia
terlatih
betul
untuk
membalik-balik
halaman
buku
dengan
benar."
"Tapi,"
tukas
Timur
Lenk
tidak
puas,
"Bukankah
ia
tidak
mengerti
apa
yang
dibacanya
?"
Nasrudin
menjawab,
"Memang
demikianlah
cara
keledai
membaca:
hanya
membalik-balik
halaman
tanpa
mengerti
isinya.
Kalau
kita
membuka-buka
buku
tanpa
mengerti
isinya,
kita
disebut
setolol
keledai,
bukan
?"
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Sekali
lagi
Nasrudin
diundang
Timur
Lenk.
Nasrudin
ingin
membawa
buah
tangan
berupa
itik
panggang.
Sayang
sekali,
itik
itu
telah
dimakan
Nasrudin
sebuah
kakinya
pagi
itu.
Setelah
berpikir-pikir,
akhirnya
Nasrudin
membawa
juga
itik
panggang
berkaki
satu
itu
menghadap
Timur
Lenk.
Seperti
yang
kita
harapkan,
Timur
Lenk
bertanya
pada
Nasrudin,
"Mengapa
itik
panggang
ini
hanya
berkaki
satu,
Mullah
?"
"Memang
di
negeri
ini
itik-itik
hanya
memiliki
satu
kaki.
Kalau
Anda
tidak
percaya,
cobalah
lihat
di
kolam."
Mereka
berdua
berjalan
ke
kolam.
Di
sana,
banyak
itik
berendam
sambil
mengangkat
sebuah
kakinya,
sehingga
nampak
hanya
berkaki
satu.
"Lihatlah,"
kata
Nasrudin
puas,
"Di
sini
itik
hanya
berkaki
satu."
Tentu
Timur
Lenk
tidak
mau
ditipu.
Maka
ia
pun
berteriak
keras.
Semua
itik
kaget,
menurunkan
kaki
yang
dilipat,
dan
beterbangan.
Tapi
Nasrudin
tidak
kehilangan
akal.
"Subhanallah,"
katanya,
"Bahkan
itik
pun
takut
pada
keinginan
Anda.
Barangkali
kalau
Anda
meneriaki
saya,
saya
akan
ketakutan
dan
secara
reflek
menggandakan
kaki
jadi
empat
dan
kemudian
terbang
juga."
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Timur
Lenk
mulai
mempercayai
Nasrudin,
dan
kadang
mengajaknya
berbincang
soal
kekuasaannya.
"Nasrudin,"
katanya
suatu
hari,
"Setiap
khalifah
di
sini
selalu
memiliki
gelar
dengan
nama
Allah.
Misalnya:
Al-Muwaffiq
Billah,
Al-Mutawakkil
'Alallah,
Al-Mu'tashim
Billah,
Al-Watsiq
Billah,
dan
lain-lain.
Menurutmu,
apakah
gelar
yang
pantas
untukku
?"
Cukup
sulit,
mengingat
Timur
Lenk
adalah
penguasa
yang
bengis.
Tapi
tak
lama,
Nasrudin
menemukan
jawabannya.
"Saya
kira,
gelar
yang
paling
pantas
untuk
Anda
adalah
Naudzu-Billah*
saja."
*
"Aku
berlindung
kepada
Allah
(darinya)"
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Timur
Lenk
meneruskan
perbincangan
dengan
Nasrudin
soal
kekuasaannya.
"Nasrudin!
Menurutmu,
di
manakah
tempatku
di
akhirat,
menurut
kepercayaanmu
?
Apakah
aku
ditempatkan
bersama
orang-orang
yang
mulia
atau
yang
hina
?"
Bukan
Nasrudin
kalau
ia
tak
dapat
menjawab
pertanyaan
'semudah'
ini.
"Raja
penakluk
seperti
Anda,"
jawab
Nasrudin,
"Insya
Allah
akan
ditempatkan
bersama
raja-raja
dan
tokoh-tokoh
yang
telah
menghiasi
sejarah."
Timur
Lenk
benar-benar
puas
dan
gembira.
"Betulkah
itu,
Nasrudin
?"
"Tentu,"
kata
Nasrudin
dengan
mantap.
"Saya
yakin
Anda
akan
ditempatkan
bersama
Fir'aun
dari
Mesir,
raja
Namrudz
dari
Babilon,
kaisar
Nero
dari
Romawi,
dan
juga
Jenghis
Khan."
Entah
mengapa,
Timur
Lenk
masih
juga
gembira
mendengar
jawaban
itu.
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Timur
Lenk
masih
meneruskan
perbincangan
dengan
Nasrudin
soal
kekuasaannya.
"Nasrudin!
Kalau
setiap
benda
yang
ada
di
dunia
ini
ada
harganya,
berapakah
hargaku
?"
Kali
ini
Nasrudin
menjawab
sekenanya,
tanpa
banyak
berpikir.
"Saya
taksir,
sekitar
100
dinar
saja"
Timur
Lenk
membentak
Nasrudin,
"Keterlaluan!
Apa
kau
tahu
bahwa
ikat
pinggangku
saja
harganya
sudah
100
dinar."
"Tepat
sekali,"
kata
Nasrudin.
"Memang
yang
saya
nilai
dari
Anda
hanya
sebatas
ikat
pinggang
itu
saja."
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Pada
masa
Timur
Lenk,
infrastruktur
rusak,
sehingga
hasil
pertanian
dan
pekerjaan
lain
sangat
menurun.
Pajak
yang
diberikan
daerah-daerah
tidak
memuaskan
bagi
Timur
Lenk.
Maka
para
pejabat
pemungut
pajak
dikumpulkan.
Mereka
datang
dengan
membawa
buku-buku
laporan.
Namun
Timur
Lenk
yang
marah
merobek-robek
buku-buku
itu
satu
per
satu,
dan
menyuruh
para
pejabat
yang
malang
itu
memakannya.
Kemudian
mereka
dipecat
dan
diusir
keluar.
Timur
Lenk
memerintahkan
Nasrudin
yang
telah
dipercayanya
untuk
menggantikan
para
pemungut
pajak
untuk
menghitungkan
pajak
yang
lebih
besar.
Nasrudin
mencoba
mengelak,
tetapi
akhirnya
terpaksa
ia
menggantikan
tugas
para
pemungut
pajak.
Namun,
pajak
yang
diambil
tetap
kecil
dan
tidak
memuaskan
Timur
Lenk.
Maka
Nasrudin
pun
dipanggil.
Nasrudin
datang
menghadap
Timur
Lenk.
Ia
membawa
roti
hangat.
"Kau
hendak
menyuapku
dengan
roti
celaka
itu,
Nasrudin
?"
bentak
Timur
Lenk.
"Laporan
keuangan
saya
catat
pada
roti
ini,
Paduka,"
jawab
Nasrudin
dengan
gaya
pejabat.
"Kau
berpura-pura
gila
lagi,
Nasrudin
?"
Timur
Lenk
lebih
marah
lagi.
Nasrudin
menjawab
takzim,
"Paduka,
usiaku
sudah
cukup
lanjut.
Aku
tidak
akan
kuat
makan
kertas-kertas
laporan
itu.
Jadi
semuanya
aku
pindahkan
pada
roti
hangat
ini."
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Sesekali,
Timur
Lenk
ingin
juga
mempermalukan
Nasrudin.
Karena
Nasrudin
cerdas
dan
cerdik,
ia
tidak
mau
mengambil
resiko
beradu
pikiran.
Maka
diundangnya
Nasrudin
ke
tengah-tengah
prajuritnya.
Dunia
prajurit,
dunia
otot
dan
ketangkasan.
"Ayo
Nasrudin,"
kata
Timur
Lenk,
"Di
hadapan
para
prajuritku,
tunjukkanlah
kemampuanmu
memanah.
Panahlah
sekali
saja.
Kalau
panahmu
dapat
mengenai
sasaran,
hadiah
besar
menantimu.
Tapi
kalau
gagal,
engkau
harus
merangkak
jalan
pulang
ke
rumahmu."
Nasrudin
terpaksa
mengambil
busur
dan
tempat
anak
panah.
Dengan
memantapkan
hati,
ia
membidik
sasaran,
dan
mulai
memanah.
Panah
melesat
jauh
dari
sasaran.
Segera
setelah
itu,
Nasrudin
berteriak,
"Demikianlah
gaya
tuan
wazir
memanah."
Segera
dicabutnya
sebuah
anak
panah
lagi.
Ia
membidik
dan
memanah
lagi.
Masih
juga
panah
meleset
dari
sasaran.
Nasrudin
berteriak
lagi,
"Demikianlah
gaya
tuan
walikota
memanah."
Nasrudin
segera
mencabut
sebuah
anak
panah
lagi.
Ia
membidik
dan
memanah
lagi.
Kebetulan
kali
ini
panahnya
menyentuh
sasaran.
Nasrudin
pun
berteriak
lagi,
"Dan
yang
ini
adalah
gaya
Nasrudin
memanah.
Untuk
itu
kita
tunggu
hadiah
dari
Paduka
Raja."
Sambil
menahan
tawa,
Timur
Lenk
menyerahkan
hadiah
Nasrudin.
[ Site Isnet ] [ Kisah Nasrudin Dan Timur Lenk ] [ Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1999. |
Seperti
biasanya,
Nasrudin
memberikan
pengajaran
di
mimbar.
"Kebenaran,"
ujarnya
"adalah
sesuatu
yang
berharga.
Bukan
hanya
secara
spiritual,
tetapi
juga
memiliki
harga
material."
Seorang
murid
bertanya,
"Tapi
mengapa
kita
harus
membayar
untuk
sebuah
kebenaran
?
Kadang-kadang
mahal
pula
?"
"Kalau
engkau
perhatikan,"
sahut
Nasrudin,
"Harga
sesuatu
itu
dipengaruhi
juga
oleh
kelangkaannya.
Makin
langka
sesuatu
itu,
makin
mahallah
ia."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |
"Berapa
umurmu,
Nasrudin
?"
"Empat
puluh
tahun."
"Tapi
beberapa
tahun
yang
lalu,
kau
menyebut
angka
yang
sama."
"Aku
konsisten."
[ Site Isnet ] [ Senarai Kisah Nasrudin ] Dirancang
oleh
ISNET,
1998. |