|
|
|
artikel
Rabu 21 Februari 2001 07.43 WIB
Meriahkan Dunia Dengan Menikah
Oleh : Ir. Drs. Abu Ammar, MM
Jakarta PeKa Online, Islam
adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi
kehidupan. Tidak ada suatu masalahpun dalam kehidupan ini yang tidak
dijelaskan. Dan tidak ada satupun masalah yang tidak disentuh nilai Islam,
walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele (ringan). Itulah Islam,
agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Dalam masalah pernikahan, Islam telah berbicara banyak. Mulai dari
bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup hingga bagaimana
memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya.
Begitupula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan
yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan
sunnah Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam. Begitupula dengan
pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam
mengajarkannya.
Menikah merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam
upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan. Dengan menikah seseorang bisa
terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah SWT. Oleh sebab itulah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah,
mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.
Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis
dalam diri manusia. Nikah mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari
persilangan syar'i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan
keturunan. Melalui perannya bumi ini menjadi semakin semarak.
Melalui risalah (tulisan) singkat ini, anda saya ajak untuk bisa
mempelajari dan menyelami tata cara pernikahan Islam yang begitu agung nan
penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa
lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang
berkepanjangan dan melelahkan. Mestikah kita bergelimang dengan
kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah pernikahan ..? Na'udzu
billahi tsumma na'udzu billahi min dzalik. Wallahu musta'an.
Muqaddimah
Persoalan pernikahan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu
menarik untuk dibicarakan serta dibahas. Persoalan ini bukan hanya
menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga
menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur,
karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan
nilai-nilai akhlaq.
Lembaga ini merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam yang
kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di
muka bumi ini. Menurut Islam, Bani Adamlah yang memperoleh kehormatan
untuk memikul amanah Illahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana
firman Allah Ta'ala: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah: 30).
Pernikahan merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah
(pernikahan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci
(MIITSAAQON GHALIIZHOO), sebagaimana firman Allah Ta'ala: Bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka
(istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat".
(An-Nisaa' : 21). Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di
dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara
sunguh-sungguh dengan penuh tanggung jawab.
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap
persoalan pernikahan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan
yang ideal, melakukan 'khitbah' (peminangan), mendidik anak, memberikan
jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses
nafaqah (memberikan nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam
secara rinci dan detail.
Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang pernikahan, maka
rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah Shahih
(yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih). Melalui rujukan ini kita
akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan maupun beberapa
penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di masyarakat.
Tentu saja semua persoalan tersebut tidak dapat saya (penulis) tuangkan
dalam tulisan ini. Hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu
tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara
Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.
Pernikahan adalah Fitrah Kemanusiaan
Agama Islam adalah agama fithrah dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok
dengan fitrah ini. Karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia
menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan
penyimpangan. Dengan demikian manusia dapat berjalan di atas fitrahnya
tersebut.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan ('gharizah insaniyah'/naluri
kemanusiaan). Karena itu Islam menganjurkan untuk menikah. Bila gharizah
ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu pernikahan, maka ia akan
mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta'ala: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
(Ar-Ruum :30).
Islam telah menjadikan ikatan pernikahan yang sah berdasarkan Al-Qur'an
dan As-Sunnah sebagi satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri
manusia yang sangat asasi serta sarana untuk membina keluarga yang Islami.
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, sampai-sampai
ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik
radliyallahu 'anhu berkata: "Telah bersabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam: Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi
separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
memelihara yang separuhnya lagi". (Hadist Riwayat Thabrani dan
Hakim).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah
dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik
radliyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan
yang keras". Dan beliau bersabda: "Artinya : Nikahilah
perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbanggga
dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat".
(Hadits Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada
istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau.
Setelah mendapat penjelasan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan
mereka. Salah seorang berkata: "Adapun saya, akan puasa sepanjang
masa tanpa putus". Yang lain berkata: "Adapun saya akan menjauhi
wanita, saya tidak akan kawin selamanya"....
Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
keluar seraya bersabda: "Benarkah kalian telah berkata begini dan
begitu ?. Demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di
antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan
aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang
tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku".
(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan
dirinya ke jalan kesesatan dengan memilih hidup membujang. Menurut Syaikh
Hussain Muhammad Yusuf: "Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang
kering dan gersang. Hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu
kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya
ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin
terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri.
Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga
kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu berada dalam
pergolakan melawan fitrahnya. Kendati ketaqwaan mereka dapat diandalkan,
namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan
melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan
membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik laki-laki atau wanita, maka mereka
itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini.
Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagian hidup, baik
kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun
mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-'rahib-an' karena sistem tersebut bertentangan
dengan fitrah kemanusiaan. Sikap itu melawan sunnah dan kodrat Allah
Ta'ala yang telah ditetapkan bagi semua mahluknya. Sikap enggan membina
rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena
semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim.
Manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang diakaruniakan Allah, misalnya
ia berkata : "Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila
punya istri tidak cukup ?!".
Perkataan ini adalah perkataan yang batil dan bertentangan dengan
ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Allah memerintahkan untuk nikah. Seandainya mereka fakir pasti
Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan
suatu pertolongan kepada orang yang nikah. Firman-Nya: "Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui". (An-Nur :
32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu
dengan sabdanya: "Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah
tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang
menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin
memelihara kehormatannya". (Hadits Riwayat Ahmad, Nasa'i,
Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu
'anhu).
Para salafus shalih sangat menganjurkan untuk nikah. Mereka anti
membujang dan tidak suka berlama-lama hidup sendiri. Ibnu Mas'ud
radliyallahu 'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal sepuluh hari
lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah SWT
sebagai seorang bujangan". (Ihya Ulumuddin hal. 20).
Tujuan Pernikahan dalam Islam
- Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi. Pernikahan adalah
fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang
amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran,
kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang
telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.
- Untuk membentengi ahlak yang luhur. Sasaran utama dari
disyari'atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam
memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif
untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta melindungi
masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
Menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya". (Hadits Shahih Riwayat
Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan
Baihaqi).
- Untuk menegakkan rumah tangga yang islami. Dalam Al-Qur'an
disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian). Jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah,
sebagaimana firman Allah: "Thalaq (yang dapat dirujuki) dua
kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
itulah orang-orang yang zhalim". (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan
dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan
batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam lanjutan ayat di
atas: "Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq
yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga
dinikahkan dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang
pertama dan istri) untuk nikah kembali, jika keduanya berpendapat akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang
(mau) mengetahui". (Al-Baqarah: 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri
melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu
setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang
Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal yaitu: (a) sesuai kafa'ah; dan (b) shalih dan
shalihah.
- Kafa'ah menurut konsep islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orangtua. Tidak sedikit
pada zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa
di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu
mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan
keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat
perhatian. Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat
materi saja.
Menurut Islam, kafa'ah (atau kesamaan/kesepadanan/ sederajat
dalam pernikahan) dipandang sangat penting karena dengan adanya
kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan
dan membina rumah tangga yang Islami Insya Allah akan terwujud.
Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan
taqwa serta akhlaq seseorang. Allah memandang sama derajat
seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya.
Tidak ada perbedaan dari keduanya kecuali derajat taqwanya. Firman
Allah: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di
sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
(Al-Hujurat : 13).
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka
untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orangtua, pemuda,
pemudi untuk meninggalkan faham materialis dan kembali kepada
Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam: "Wanita dikawini karena
empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih
karena agamanya (ke-Islamannya). Kalau tidak demikian, niscaya
kamu akan celaka". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari,
Muslim).
- Memilih yang shalih dan shalihah
Lelaki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah dan
wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur'an:
"Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, olkeh karena Allah
telah memelihara (mereka)". (An-Nisaa : 34). Menurut
Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita
yang shalihah ialah : "Ta'at kepada Allah, ta'at kepada
Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang menutup seluruh auratnya dan
tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah
(Al-Ahzab : 32). Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan
mahram, ta'at kepada orangtua dalam kebaikan, ta'at kepada suami
dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami
akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan
penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
- Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah
dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah
tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih
di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain. Sampai-sampai
bersetubuh (berhubungan suami-istri) pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika
kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!."
Mendengar sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan bertanya:
"Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu alaihi
wa sallam menjawab: "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
"Jawab para shahabat : "Ya, benar". Beliau bersabda
lagi : "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!". (Hadits
Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih).
- Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah.
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan
mengembangkan bani Adam. Allah berfirman: "Allah telah
menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada
yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". (An-Nahl : 72).
Yang tak kalah pentingnya, dalam pernikahan bukan hanya sekedar
memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas yaitu mencetak anak yang shalih dan Shalihah serta
bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang benar.
Disebutkan demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan
Islam", tetapi isi dan metodanya tidak Islami. Sehingga banyak
terlihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami sebagai
akibat pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung
jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang
benar.
Islam memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu
jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang
meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan
mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan
eksistensi umat Islam.
Tatacara Pernikahan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara pernikahan
berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih (sesuai dengan pemahaman
para Salafus Shalih). Secara singkat saya (penulis) sebutkan tahapannya
dan jelaskan seperlunya:
- Khitbah (meminang). Seorang muslim yang akan menikahi seorang
muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia
sedang dipinang oleh orang lain. Islam melarang seorang muslim
meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq
'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang
(Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Darimi).
- Aqad nikah. Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang
harus dipenuhi yaitu:
- Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
- Adanya Ijab Qabul.
- Adanya Mahar.
- Adanya Wali.
- Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan 'khutbah' terlebih
dahulu yang dinamakan 'Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat'.
- Walimah 'urusy (resepsi pernikahan). Walimatul 'urusy hukumnya wajib
dan diusahakan sesederhana mungkin. Hendaknya diundang juga
orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya
mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang
miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan
walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hadits
Shahih Riwayat Muslim dan Baihaqi dari Abu Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih,
baik kaya maupun miskin. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Janganlah
kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan
makananmu melainkan orang-orang yang taqwa". (Hadist Shahih
Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad dari Abu Sa'id Al-Khudri).
Sebagian Penyelewengan Seputar Pernikahan
- Pacaran.
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan pernikahan biasanya
"berpacaran" terlebih dahulu. Hal ini biasanya dianggap
sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau di anggap
sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya. Adanya
anggapan seperti ini melahirkan konsensus (persepsi) bersama antar
berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang
lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang
salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan
dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis. Terjadi saling
pandang, saling sentuh antara lawan jenis yang sudah jelas haram
hukumnya menurut syari'at Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: " Jangan sekali-kali seorang laki-laki
bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu
bersama mahramnya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan
Muslim). Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan
berpacaran itu hukumnya haram.
- Tukar cincin.
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal
ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, nashiruddin Al-Bani)
- Menuntut mahar yang tinggi.
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak
mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam
menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
- Mengikuti upacara adat.
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap
acara (upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam) maka
wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan
selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga
sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang benar dan shahih
telah mereka matikan dan padamkan (sesuai pengamatan dan perbincangan
penulis). Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih
menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam,
berarti mereka belum yakin kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Apakah hukum
jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?".
(Al-Maaidah : 50). Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan
tatacara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah
dan kelak di akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi,
sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang mencari
agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi". (Ali-Imran : 85).
- Mengucapkan ucapan selamat ala jahiliyah.
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata 'Birafa' Wal Banin',
ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa' Wal
Banin (semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh
Islam. Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang
wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan
jahiliyah : 'Birafa' Wal Banin'. 'Aqil bin Abi Thalib melarang mereka
seraya berkata : "Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena
Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam melarang ucapan
demikian". Para tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami
ucapkan, wahai Abu Zaid ?". 'Aqil menjelaskan : "Ucapkanlah
: Barakallahu lakum wa Baraka 'Alaiykum" (mudah-mudahan Allah
memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan).
Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam". (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi,
Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).
Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan
kepada seorang mempelai ialah : "Baarakallahu laka wa baarakaa
'alaiyka wa jama'a baiynakumaa fii khoir" Do'a ini
berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
'Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau
mengucapkan do'a : Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka wa jama'a
baiynakuma fii khoir (mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan
atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam
kebaikan). (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Darimi 2:134,
Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).
- Adanya ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan wanita).
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi
pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan
wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus
dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari
semuanya. (untuk yang satu ini masyarakat kita belum terbiasa dengan
sunnah Rasulullah SAW, bahkan sangat asing dengan nilai-nilai yang
dibawa oleh ajaran Islam)
- Pelanggaran lain.
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah
musik yang hingar bingar, memakan hidangan yang disediakan sambil
berdiri, dsb.
Khatimah Rumah Tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah
tangga yang diliputi 'sakinah' (ketentraman jiwa), 'mawaddah' (rasa cinta)
dan 'rahmah' (kasih sayang). Allah berfirman: "Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga)
telah menjadikan di antaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir". (Ar-Ruum : 21).
Dalam rumah tangga yang Islami, suami-istri harus saling memahami
kekurangan dan kelebihannya serta harus tahu pula hak dan kewajibannya
serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian upaya untuk mewujudkan
pernikahan dan rumah tangga yang mendapat keridha'an Allah SWT dapat
terealisir.
Tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan
dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan
manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram
dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan dan
percekcokan. Bila sudah diupayakan untuk damai (sebagaimana disebutkan
dalam surat An-Nisaa : 34-35) namun tetap gagal, maka Islam memberikan
jalan terakhir, yaitu "perceraian".
Marilah kita berupaya untuk merealisasikan pernikahan secara Islam dan
membina rumah tangga yang Islami. Disamping itu wajib bagi kita
meninggalkan aturan, tatacara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan
dengan Islam. Hanya Islam satu-satunya ajaran yang benar dan diridhai
Allah Subhanahu wa Ta'ala (Ali-Imran : 19). "Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati
kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa".
(Al-Furqan ; 25:74 ). Amiin.
***
(penulis adalah fungsionaris DPC PK Pesanggrahan, Jakarta Selatan)
|
|
|