Majalah Suara Hidayatullah : September 2001 | ||
Surat untuk Redaksi:
|
Aktor Intelektual Peradaban WahyuSebuah pengantar redaksi Hampir semua pembicaraan tentang kondisi ummat Islam dewasa ini terbentur tembok yang sama, yaitu sebuah kesimpulan bahwa kita tidak memiliki pemimpin. Benarkah demikian? Pemimpin yang bagaimanakah yang bisa membawa ummat ini membangun kehidupan fitriyah sesuai kehendak Allah? Sesungguhnya seleksi alam terhadap para pemimpin perubahan tak pernah berhenti dari zaman ke zaman. Begitu pula di kalangan ummat Islam. Persoalan mendasarnya, apakah para pemimpin yang lahir dari proses seleksi itu membawa rencana besar perubahan yang sampai ke akar-akarnya, atau hanya perubahan di permukaan belaka. Mari keluar sedikit dari khazanah ummat Islam. Socrates dan Plato, dua pemikir Yunani kuno, masih disebut-sebut namanya dalam semua kelas demokrasi sampai hari ini. Bahan-bahan pikirannya dikaji dan dikomentari oleh para pemikir besar di masa Islam berjaya di Andalusia dan Cordoba, termasuk Ibnu Khaldun. Filsafat politik Yunani itu menghasilkan cabang-cabang pemikiran baru dan menjadi dasar bagi dibentuknya lembaga-lembaga tinggi yang paling berpengaruh di lebih seratus negara dewasa ini. Namun, adakah gagasan republik dan demokrasi dari Socrates dan Plato mengubah kehidupan manusia secara mendasar? Jawabannya, relatif. Apakah yang disebut perubahan mendasar itu. Keadilan, kebebasan berpendapat dan berpartisipasi dalam kekuasaan? Ketiga istilah itu tercantum di Declaration of Human Rights dan berbagai kesepakatan tentang hak-hak manusia di berbagai zaman. Sayangnya, tak satupun plakat, deklarasi, dan kesepakatan itu menyinggung dilindunginya hak-hak manusia sesudah mati, padahal mati adalah azasi. Al-Qur'an dan Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa sallam melindungi dan menjamin hak-hak itu. Bukan semata-mata karena pe-de (percaya diri), jika sebelum datang kematiannya Rasulullah memastikan kepada semua manusia, bahwa jika mereka menjadikan Qur'an dan Sunnah sebagai pemimpin tak akan ada lagi kesesatan. Jelaslah, bahwa problem kepemimpinan manusia, khususnya ummat Islam, adalah problem kemampuan para pemimpin mem-break down kedua master blue-print menjadi program-program strategis dan petunjuk-petunjuk praktis dalam konsep yang utuh dan berkelanjutan. Tidak mudah kaget dan bimbang karena perkembangan situasi sekitar, tapi sangat mudah melakukan koreksi begitu ada tanda-tanda kelemahan dan penyimpangan. Kajian Utama kita kali ini mengajak pembaca untuk melacak tiga hal. Pertama, isyarat-isyarat Allah dan Rasul-Nya mengenai kepemimpinan perubahan yang bagaimana yang layak kita ikuti. Kedua, fakta-fakta sejarah bahwa sejak generasi pertama di Makkah dan Madinah akal-akal raksasa telah tumbuh di sekitar Nabi Muhammad, dan pada zaman berikutnya lahir dalam bentuk orang-orang yang membawa peradaban Islam menjadi pemimpin seluruh ummat manusia. Ketiga dan yang terakhir, bagaimana di masa sekarang kita mengawal keistiqamahan pertumbuhan kualitas para Ulul Albaab yang berdiri di depan kita memimpin proyek pembangunan peradaban wahyu. Pilihan-pilihan agenda perubahan memang banyak sekali. Namun di ujung terowongan sana akhirnya kita harus tetap memilih, jujur pada fitrah kita sebagai insan ciptaan Allah, atau membohongi diri dan orang lain terus-menerus, sampai kehidupan sesudah mati menjemput kita dan tersadarlah kita bahwa nilai-nilai diri yang kita bangun susah payah ternyata semu belaka. Artikel lainnya:
| |
|
Copyright© Suara Hidayatullah, 2001 |
Majalah Suara Hidayatullah : September 2001 | ||
Surat untuk Redaksi:
|
Islam, Agama Kedua Terbesar di PerancisBanyak orang tidak menyangka, Islam agama kedua yang paling banyak dianut di Perancis. Tak sedikit yang asli Perancis. Warsito, aktivis Islamic Network (Isnet), yang tengah mengambil program doktor di Perancis, mengisahkan pengalamannya tinggal di kota Caen, ibukota propinsi Basse Normandie, 200 km sebelah barat Paris, sejak 1997 hingga kini. Selamat menikmati. Siapa tak kenal Perancis, salah satu dari tujuh negara industri paling maju di dunia? Bersama Inggris, Perancis menjadi produsen pesawat terbang Concorde, satu-satunya pesawat penumpang non militer yang tergolong supersonik (lebih cepat dari kecepatan suara). Kemudian bersama mitranya di Eropa, industri luar angkasa negara yang beribukota di Paris ini telah mampu menciptakan roket luar angkasa Ariane yang menyaingi industri NASA milik AS. Indonesia pernah menggunakannya untuk meluncurkan setelit komunikasi Palapa. Negeri ini juga terkenal indahnya, sehingga menjadi tujuan wisata paling laku di dunia. Tercatat pada tahun 1996 jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Perancis sebanyak lebih dari 61 juta orang. Jumlah ini melebihi jumlah penduduk Perancis sendiri di tahun itu yang hanya 58 juta. Bagi orang yang gemar sepak bola, Perancis juga terkenal sebagai negara kampiun. Selain nama kesohor Michael Platini, dari negeri ini lahir pula Zinedine Zidane (Zainuddin Zaidan), pemain top keturunan Aljazair yang meraih penghargaan sepatu emas pada Piala Dunia 1998. Semua itu sudah biasa diketahui banyak orang. Hal yang baru sedikit diketahui orang Indonesia, ternyata agama Islam mulai bersemi di negeri yang kaya dengan anggurnya ini.
Gereja Seperti Gua Mayoritas rakyat Perancis beragama Kristen Katolik (sekitar 67% pada tahun 1994), namun realitasnya Perancis adalah negara republik sekuler, artinya antara pemerintahan dan agama terpisah sehingga tidak saling terkait. Hal tersebut selaras dengan semangat keagamaan masyarakat Perancis, terutama di kalangan mudanya. Kebanyakan pemuda pada umumnya masih percaya adanya Tuhan, namun ketertarikan terhadap agama sangat kecil. Salah satu kawan saya, kalau ditanya tentang agama maka dia menjelaskan bahwa dia merasa telah tidak perlu lagi adanya agama. "Sehingga dengan masing-masing kita taat pada peraturan yang ada, jadilah suasana aman," demikian penjelasan dia. Namun demikian, peringatan hari keagamaan, khususnya hari besar agama Krisalat haruslah kita sendiri yang pandai-pandai mengatur waktu. Secara pribadi saya sangat bersyukur kepada Allah yang tidak memberikan ujian berat bagi saya dalam hal waktu shalat ini. Dulu sewaktu kuliah S2, di mana ada perkuliahan dalam kelas, Alhamdullilah saya masih diberi keberanian untuk izin keluar kelas sebentar dan mencari ruang kosong lain untuk shalat. Ketika mengambil studi S3 (program doktor) lain lagi ceritanya. Dalam program ini biasanya tidak lagi ada perkuliahan dalam kelas, sehingga jadwal lebih bebas. Namun kita dituntut untuk pandai mengatur jadwal guna mengejar target data penelitian. Awal program doktor saya sempatkan untuk diskusi dengan pembimbing riset tentang rencana kerja saya. Saat itu dengan yakin saya menjelaskan bahwa setiap hari Jum'at siang saya mohon ma'af karena akan selalu telat untuk kembali ke kampus. Namun demikian saya tambahkan bahwa saya siap bekerja hari Sabtu dan Ahad. Mendengar penjelasan saya tersebut, pembimbing saya spontan bertanya, "Lho memangnya ada apa pada hari Jum'at siang?" Pertanyaan itu memang saya tunggu-tunggu. Segera saja saya jelaskan, bahwa setiap Muslim harus beribadah ke masjid setiap hari Jum'at siang, sebagaimana juga kaum Katolik atau Kristiani beribadah ke gereja setiap hari Ahad pagi. Di luar dugaan pembimbing saya lantas bertanya kembali "Jadi orang Katolik dan Kristen ke gereja setiap hari Ahad ya?" Pertanyaan terakhir itu membuat saya bingung, entah dia berpura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu. Terlepas dari itu, akhirnya kami sempat masuk ke diskusi singkat tentang agama Islam, termasuk kekagetannya begitu tahu bahwa di Indonesia mayoritas beragama Islam. Suatu ketika pembimbing tersebut memergoki saya sedang shalat di sebuah ruangan. Di depan pintu ruangan dia memanggil saya sementara dia tahu saya sedang shalat. Saya sengaja tidak meninggalkan shalat, dengan maksud untuk memancing diskusi. Benar saja, usai shalat saya kemudian ditanya, "Sedang apa tadi?" Saya jawab, "Sedang shalat," dan saya teruskan penjelasan bahwa setiap Muslim wajib shalat lima kali sehari. Dari rangkaian diskusi itu akhirnya pembimbing saya tersebut mulai mengenal apa dan bagaimana Islam itu. Suatu hari, ketika putra kami lahir, kami mendapat undangan datang ke kampus. Pembimbing riset saya yang menjemput kami ke rumah. Sebagaimana biasanya istri saya datang dengan berjilbab. Begitu sampai di ruang yang telah disiapkan, acara berjalan biasa. Ada perkenalan dengan segenap staf serta menikmati hidangan kue-kue asli Indonesia yang sempat kami siapkan. Sampai akhir acara semua berjalan lancar. Keesokan harinya ketika saya datang ke kampus barulah ada cerita menarik. Pembimbing saya bilang bahwa mereka senang dengan acara kemarin itu. "Dan kamu terutama istri kamu benar-benar patut dihargai karena telah dengan berusaha keras berpakaian adat negeri kamu," katanya. Rupanya ia mengira jilbab adalah pakaian adat. Ketika saya jelaskan bahwa sebenarnya jilbab bukan sekadar pakaian adat namun lebih dari itu, merupakan pakaian Muslimah, pembimbing saya sangat terkejut, "Oo, ternyata kamu benar-benar Muslim," katanya.
Muslim Indonesia di Perancis Jumlah penduduk Indonesia di Perancis tidak begitu banyak dan secara angka memang sulit dipastikan karena banyak yang tidak melapor ke kedutaan. Namun yang bisa dipastikan adalah warga Muslim Indonesia di Paris mempunyai perkumpulan. Dan kegiatan keagamaan berjalan rutin, baik shalat Jum'at, maupun pengajian bulanan yang selalu dilakukan di halaman kedutaan. Yang aktif di perkumpulan ini tentunya warga Muslim di Paris, baik pegawai kedutaan, warga biasa maupun pelajar-pelajar yang berada di kota itu. Pada bulan Ramadhan, biasanya perkumpulan mendatangkan da'i dari Indonesia untuk tinggal beberapa hari atau bahkan sebulan di Paris guna memberikan ceramah setiap sore setelah shalat tarawih. Pada hari raya Idul Fitri biasanya warga Muslim Indonesia mendapat undangan di wisma duta besar, dengan acara silaturahim dan makan bersama. Sedangkan untuk kota-kota lain, juga biasanya mengadakan buka bersama ataupun bahkan shalat tarawih bersama bagi kota yang penduduknya lumayan banyak. Mahasiswa dan pelajar Indonesia di Perancis jumlahnya sedikit tersebar di berbagai kota, maka sangat sulit bagi mahasiswa untuk bertemu bersama, kecuali bersamaan dengan kegiatan yang dilakukan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Perancis. Untung saja ada teknologi internet yang memungkinkan kami berkomunikasi dan berdiskusi via electronic mail (e-mail) dan mailing list. Salah satunya yang paling aktif adalah Islamic Network (Isnet). Melalui Komite Zakat Isnet (http://zakat.isnet.org), kami bisa menghimpun dana zakat, infaq, dan shadaqah yang kemudian disalurkan ke tanah air. Meskipun jumlahnya tidak seberapa, namun hal itu sangat bermanfaat sebagai sarana untuk terus menjalin kasih sayang kami kepada Muslim dan Muslimah dan Indonesia.
| |
|
Copyright© Suara Hidayatullah, 2001 |
|
|
|
Copyright © 2000,
myQURAN.COM |
|
||||
Selamat datang ! Daftar disini! | Minggu, 07 Oktober 2001 |
|
|
© 2000
Hak Cipta oleh Republika Online. Kontak Webmaster | Redaksi | Marketing Silakan menyalin atau mengutip isi atau sebagian dengan mencantumkan sumber Republika. |
|
|
|
|
Majalah Suara Hidayatullah : September 2001 | ||
Surat untuk Redaksi:
|
Afghanistan Kecolongan MissionarisPuluhan relawan asing melakukan pemurtadan. Pengalaman berharga agar ummat Islam senantiasa waspada Pemerintah Afghanistan kecolongan atau para missionaris yang keterlaluan? Betapa tidak, Afghanistan adalah negara Islam yang sangat ketat menerapkan syariah Islam, namun 24 warga asing sempat menjalankan aktivitas missionaris. Berkedok pekerja sosial, mereka akhirnya tertangkap basah saat menjalankan missinya itu. Mereka menyebarkan ribuan copy Bible dan literatur Kristen lainnya kepada para pengungsi yang jelas-jelas Muslim. Mereka berasal dari Amerika Serikat, Jerman dan Australia. Radio Shari'at, sebuah radio milik Taliban di Kabul dalam siarannya menyatakan, "Tiada hari diantara kegiatan mereka kecuali begitu terang dan intens melakukan kristenisasi. Kegiatan itu menjadi ancaman langsung bagi negara kami dan dunia Islam. Kami akan menghukum atas kegiatan berat mereka. Dan kami tidak akan memaafkannya," kutipnya. Tentu saja tindakan penguasa Afghan itu membuat Amerika Serikat berang. Negeri Paman Sam itu menuding Afghan telah melanggar norma-norma internasional. Tidak jelas norma mana yang dimaksud. Amerika kemudian mengutus diplomatnya, David Donahue, guna membebaskan warga negaranya yang disandera itu. Demikian juga Jerman dan Australia. Toh mereka pulang dengan tangan hampa, karena penguasa Afghan tidak sudi menuruti kemauan tiga negara asing yang tidak mengakui pemerintahan Afghan itu. Pihak Shelter Now International (SNI), salah satu lembaga yang mengerahkan para sukarelawan asing itu, juga menyangkal bila kiprahnya disebut berbau misi Kristen. Esteban Witzemann, direktur program Shelter Now Eropa di Pakistan, seperti dikutip kantor berita AP, menolak anggapan bila para stafnya telah melakukan serangkaian kegiatan pemurtadan berkedok bantuan kemanusiaan. "Mereka mungkin saja memberikan bantuan materi, tetapi mengapa mereka dipersalahkan dengan tuduhan menyebarkan ribuan Bible dan literatur Kristen atau dianggap telah membujuk orang Islam untuk pindah agama Kristen. Ini tidak masuk akal," katanya. Di Afghan, kegiatan missionaris adalah sebuah pelanggaran berat. Sebab, bukan saja pemerintah melarang penyebaran agama kepada orang yang sudah beragama, tapi juga melarang masuknya missionaris asing di negara Islam itu. Mereka tentu saja tidak asal tangkap, bila tanpa bukti. Bukti itu, selain ribuan copy Bible dan literatur Kristen, juga adanya sebuah propaganda Kristen dari sebuah stasiun radio yang menyiarkan missi Kristen pada masyarakat Muslim Afghan dalam bahasa Dari dan Pushu. Juga ditemukan beberapa orang Afghan telah dikirim ke Eropa untuk mendapatan training agama Kristen. Sesungguhnya kristenisasi di negeri yang kini dikuasai santri Thaliban itu sudah berlangsung sejak empat tahun lalu. Tariq Yusufzai, seorang wartawan dari Muslimedia, sebuah agen berita Timur Tengah, Mei lalu, mengungkap kristenisasi yang berselubung kegiatan sosial itu. Dalam tulisannya, Tariq menunjukkan liputan surat kabar berbahasa Inggris, The Frontier Post Desember 1997 lalu. Surat kabar ini mengungkap tentang kegiatan para missionaris Kristen berkedok relawan sosial di kantung-kantung pengungsi Afghanistan. Dua orang yang pernah disebutkan begitu aktif adalah Diana Thomas dan Geoffrey Smith. Keduanya adalah relawan sosial dari sebuah lembaga yang berpusat di Inggris. Thomas adalah seorang kelahiran Israel yang telah pindah agama Kristen. The Frontier Post juga menyebut dua nama lembaga sosial yang dianggap paling aktif melakukan misi terselubung itu. Dua lembaga tersebut ialah Shelter Now International (SNI) dan Serving Emergency Volunteer Enterprises (SERVE). SNI merupakan sebuah lembaga layanan kemanusiaan Kristen berbasis di Amerika. Dua lembaga ini sangat aktif melakukan serangkaian kegiatan di sekitar Kacha Garhi dan Nasir Bagh, daerah sekitar Peshawar dan Jalalabad di Afghanistan. Fakta adanya misi terselubung juga pernah diungkap koran The Ottawa Citizen. Menurut koran ini, SNI telah melakukan missi Kristen melalui kegiatan terselubungnya bernama bantuan kemanusiaan. Kristenisasi itu ternyata menangguk sukses. Beberapa sumber menyebutkan, sekitar 90.000 rakyat Afghanistan kini telah berpindah dari Islam ke Kristen. Kristenisasi berkedok penyantunan juga gencar melanda Indonesia. Seperti di kutip Ummah.news, sebuah agen berita dunia Islam yang berpusat di Inggris. Juni lalu kantor berita ini mengungkap keteribatan lembaga serupa di pulau Madura. Lembaga seperti The Catholic Relief Service (CRS), World Vision (pimpinan Jerry Chamberland), Rotary Club, dan beberapa lembaga Kristen yang dipimpin Romo Sandyawan ditemukan telah memanfaatkan hampir 70 ribu pengungsi Madura akibat konflik Sampit. World Vision menyediakan 200 ton beras, 56.250 liter minyak goreng dan beberapa bantuan materi lainnya kepada para pengungsi. Para relawan World Vision bahkan mengajarkan pada anak-anak pengungsi, yang mayoritas Islam, dengan lagu-lagu Hymne gereja. Missionaris selalu memanfaatkan konflik di antara ummat Islam. Di Afghanistan konflik berbagai faksi ummat Islam telah melahirkan ratusan ribu pengungsi yang telantar. Demikian juga para pengungsi Sampit di Madura, korban konflik ras yang sesungguhnya juga antar ummat Islam sendiri. Di antara pengungsi itulah mereka beraksi. Jadi, bila pertikaian antar faksi di dalam ummat Islam tidak kunjung terselesaikan, itu memberi peluang pihak missionaris mengail keuntungan di air keruh. Semakin sibuk bertikai, bisa jadi, ketika itulah jutaan ummatnya telah berpindah agama. (Cholis Akbar)
| |
|
Copyright© Suara Hidayatullah, 2001 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Majalah Suara Hidayatullah : September 2001 | ||
Surat untuk Redaksi:
|
Manusia Terbaik Ibadahnya TerbaikManusia yang berkualitas positif oleh Allah biasanya disimbolkan sebagai golongan kanan yang akan menerima kitab (catatan amalnya) dari sebelah kanan
Ibnu Miskawaih, dalam salah satu kitabnya yang terkenal, Tahdzib al-Akhlaq, secara sederhana pernah membuat ukuran-ukuran untuk menentukan kualitas manusia. Uraiannya tentang ukuran nilai itu, yang dikemas dengan menggunakan perumpamaan (analogi) dan bahasa yang juga sederhana, tampaknya bisa menjawab pertanyaan tadi. Analogi yang dikemukakannya berkisar pada kualitas nilai dari benda-benda di alam semesta yang berlaku universal. Misalnya, ia bertanya secara retoris, "Tahukah Anda kuda yang baik itu?" Filosof Islam yang hidup di abad ke-11 itu menjawab pertanyaannya sendiri. Katanya, "Kuda yang baik adalah kuda yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan maksud ia diciptakan." Menurutnya, maksud dari diciptakannya kuda adalah untuk menolong manusia dalam mengangkut manusia dan atau barang-barang kebutuhan mereka dengan lebih cepat dan kuat (daya angkutnya). Dengan kata lain ia bisa mempermudah (efektif dan efisien) transportasi manusia. Maksud lain dari diciptakannya kuda adalah untuk memenuhi sebagian kebutuhan konsumsi manusia yakni susu. Menurutnya, jika kuda tidak lagi bisa mengangkut manusia dan barang-barang kebutuhan mereka dengan cepat dan kuat, atau tidak lagi produktif memberikan susunya, maka ia bukan lagi kuda yang baik. Keberadaannya menjadi tidak bernilai lagi. Ia sudah menjadi seperti sampah. Pakar ilmu fiqih ini juga mencontohkan analogi dengan benda-benda yang lain seperti rumah, pakaian dan makanan. Prinsipnya, setiap benda (hidup atau mati) memiliki ukuran nilai yang ideal selama ia masih memiliki nilai yang sesuai dengan maksud ia diciptakan. Untuk lebih memudahkan pemahaman, beberapa contoh kontemporer ini tampaknya menarik juga untuk disimak. Jam yang baik, prinsipnya, adalah jam yang masih bisa digunakan untuk menunjukkan waktu, karena ia diciptakan maksudnya memang sebagai penunjuk waktu. Karenanya, kalau sudah tidak bisa berfungsi lagi (karena rusak atau habis baterai), maka ia menjadi barang yang tidak berguna, dan dengan demikian juga menjadi tidak berharga lagi. Begitu pula mobil yang baik adalah yang masih bisa mengangkut dengan kuat dan cepat; pulpen yang baik adalah pulpen yang masih bisa digunakan untuk menulis; lampu yang baik adalah yang masih bisa menerangi (menyala). Jika fungsi-fungsi dasar itu tidak ada pada benda-benda tersebut, maka benda-benda itu sudah sama saja dengan sampah. Kata Ibnu Miskawaih, "Demikian pula halnya dengan manusia." Menurutnya, manusia yang baik (ideal) adalah yang memiliki fungsi sesuai dengan maksud ia diciptakan. Fungsi itu tercermin dari kiprah mereka di dalam kehidupan ini. Lantas, apakah maksud dari penciptaan manusia? Allah menegaskan dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, bahwa maksud dasar dari diciptakannya manusia (dan jin) oleh Allah adalah untuk beribadah, menyembah hanya kepada-Nya. "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah-Ku." Desain penciptaan manusia dengan misi ibadah tersebut mengandung arti bahwa seluruh dimensi kehidupan manusia seyogianya hanya berisi pengabdian-pengabdian kepada Allah. Dengan demikian, seluruh jenak yang dilalui, segenap denyut yang berdetak, sepanjang nafas yang berhembus, setiap detik yang berlalu, sejauh langkah yang melaju dari keberadaan manusia, semata-mata dalam rangka penghambaan kepada Allah. Sudah barang tentu wujudnya tidak cuma aktivitas ritual khusus yang sudah diatur (ibadah mahdhah) seperti shalat, zakat, puasa dan sebagainya. Melainkan meliputi seluruh aktivitas yang secara kasat mata tidak tampak sebagai aktivitas ibadah seperti ekonomi, politik, iptek, budaya dan lain-lain. Bagian ibadah yang disebut sebagai ibadah muamalah ini justru merupakan ekspresi penghambaan yang paling penting, karena manusia hidup di dunia bersama makhluk yang lain. Memang, umumnya, aktivitas-aktivitas itu dianggap bercorak duniawi. Tapi justru di situlah tantangannya, manusia yang baik adalah yang bisa memberi warna pengabdian kepada Allah terhadap semua aktivitas tersebut. Proses pewarnaan dunia itu tidak lain merupakan ekspresi ibadah yang oleh al-Quran disebut dengan istilah Khalifah. Itu berarti, dalam konteks hubungannya dengan makhluk, ekspresi penghambaan direalisasikan dalam bentuk kepemimpinan terhadap dunia. Tujuannya satu, menebarkan rahmat bagi semesta alam, rahmatan lil 'aalamiin. Semua proses dari manifestasi ibadah itu (mahdhah dan muamalah) dalam Al-Quran disebut sebagai penegakan hukum Allah di muka bumi, yang meliputi aqidah, syariah dan akhlak. Ketiga nilai inilah yang kemudian dirangkai dalam satu paket ad-Dien (Agama, undang-undang hidup) bernama Islam. Dengan demikian, sebetulnya misi ibadah yang diemban manusia itu tidak lain adalah penegakkan Islam itu sendiri. Caranya, sebagaimana diatur juga oleh Allah sendiri, adalah dengan membumikan risalah da'wah melalui amaliah jihad dan tarbiyah. Tidak cukup sampai di situ, proyek berskala raksasa yang berorientasi peradaban itu juga harus dilakukan secara ber-Jama'ah. Jadi rumusnya adalah, Ibadah sama dengan ber-Islam melalui da'wah, jihad, tarbiyah dan secara berjama'ah. Dengan formulasi tersebut, maka jika manusia tidak menjalani fungsi ibadah sesuai dengan rincian rumus di atas, ia bukan merupakan manusia yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Miskawaih, "Kualitas nilai manusia berbanding lurus dengan kiprah ibadahnya." Meskipun begitu, ibadah dalam formulasi itu, masih membutuhkan bingkai lagi. Sebuah bingkai berupa kriteria untuk menilai apakah sesuatu itu masuk atau tidak ke dalam kategori ibadah. Dalam kaitan itu, dikenal istilah niyat (motivasi dasar dalam beramaliah), kaifiyat (proses dan mekanisme beramaliah) dan ghayat (orientasi, tujuan dan arah amaliah). Ketiga unsur itulah yang merupakan bingkai ibadah. Dengan bingkai itu, semua ekspresi integral dari ibadah dalam berbagai bentuk dan manifestasinya di atas, secara konseptual maupun praktis, harus selalu merujuk kepada Allah. Artinya, sesuatu baru bisa disebut ibadah bila berangkat 'karena, 'dengan' dan 'untuk' Allah. Dalam bahasa al-Quran ketiganya biasa disebut lillah, billah dan ilallah. 'Karena Allah' (niyat lillah), artinya yang menjadi landasan bagi semua manifestasi ibadah itu adalah Allah. Di situ, Allah menjadi sebab dan pendorong utama yang memotivasi dilakukannya suatu aktivitas tersebut. 'Dengan Allah' (kaifiyat billah), artinya seluruh rangkaian dari proses aktivitas itu dilakukan dengan mengikuti cara dan aturan yang sudah diberikan oleh Allah sendiri. Tidak boleh mengikuti cara-cara yang di luar ketentuan dan petunjuk Allah. Dan 'Untuk Allah' (ghayat ilallah) artinya seluruh aktivitas ibadah itu hanya dalam rangka mengagungkan Allah serta bertujuan untuk meraih keridhaannya. Seringkali terjadi suatu amal, niat dan ghayatnya sudah benar, tapi caranya ditempuh secara tidak Islami. Atau begitu juga sebaliknya. Karena itu, kalau ingin suatu perbuatan dinilai sebagai ibadah, maka segala macam kepentingan selain Allah, yakni dunia dan nafsu, harus disingkirkan. Jika tidak, berarti perbuatan itu termasuk kategori maksiat. Manusia yang berkualitas positif akan dibalas dengan ganjaran kebaikan dan kenikmatan. Di dunia berupa kehidupan yang berkah dan bahagia, di akhirat berupa pahala dan surga. Sebaliknya, manusia yang berkualitas negatif, di dunia akan disiksa dengan kehidupan yang penuh penderitaan dan di akhirat akan dibuat sengsara dengan azab neraka. Manusia yang berkualitas positif oleh Allah biasanya disimbolkan sebagai golongan kanan yang akan menerima kitab (catatan amalnya) dari sebelah kanan. Sebaliknya manusia yang kualitas nilainya negatif, Allah menyebutnya sebagai golongan kiri yang akan menerima kitab dari kiri dan belakang. Allah menetapkan hukum penilaian dan pembalasan tersebut dalam banyak ayat-Nya. Misalnya dalam surat Al-Insyiqaq ayat 6-12: "Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pastilah kamu akan menemui-Nya (untuk menerima pembalasan). Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman)dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak, 'Celakalah aku'. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." Wallaahu a'lam bish-shawaab. (Azyana Qaula Fika)
| |
|
Copyright© Suara Hidayatullah, 2001 |
Majalah Suara Hidayatullah : September 2001 | ||
Surat untuk Redaksi:
|
Muslim Poso: Sudah Dibantai Difitnah PulaSebuah pembantaian lagi dengan 13 korban ibu-ibu, anak-anak, dan orang tua terjadi awal bulan lalu di Poso. Hingga kini belum diusut tuntas. Banyak fakta penting yang tak terangkat secara nasional.
Awalnya, subuh terasa begitu damai di dusun Buyung Katedo yang letaknya di atas sebuah bukit 20 km di selatan kota Poso. Dusun itu merupakan bagian dari desa berpenduduk mayoritas Kristen bernama Sepe. Kebun coklat seluas 800 hektar terhampar mengelilingi dusun itu sampai ke kaki bukit. Pagi masih gelap dan sejuk hari Selasa, tanggal 3 Juli 2001 itu. Shalat shubuh berjamaah baru saja usai ditegakkan di masjid Nurul Amin. Sebagian besar penduduk dusun itu terlelap lagi. Sesudah memberikan taushiyah, sekitar jam 6.05 WITA, Imam Masjid bernama Musa baru saja beberapa langkah meninggalkan pintu masjid. Tiba-tiba matanya terbelalak melihat ratusan orang dengan ikat kepala merah, sebagian besar berpakaian hitam, di lehernya ada tanda semacam akar atau janur, sebagian lainnya berkedok sudah menyemuti bukit, bermunculan dari semak-semak. Dengan sekali sabetan pedang, pria berusia 50 tahun itu rubuh bersimbah darah. Begitu Imam Musa terbunuh, para penyerbu yang terus berteriak-teriak itu segera membakar barak (rumah petak terbuat dari kayu yang berbentuk memanjang, dihuni puluhan keluarga). Mereka juga membakar masjid, yang lain mengejar warga yang berlarian setelah mendengar teriakan Imam. Baharuddin, salah seorang yang selamat dalam penyerangan itu bercerita, "Kami harus bertahan karena para wanita dan anak-anak masih ada di rumah-rumah." Seluruh warga di dusun itu berjumlah 200-an orang. Sedangkan di puncak bukit, di dekat masjid, ada 40 orang tinggal di barak sebagian besar wanita dan anak-anak. Delapan lelaki yang bertugas jaga malam itu membentengi barak berisi wanita dan anak-anak. Namun karena penyerang begitu banyak, semua penghuni barak dikeluarkan dan disuruh berlari ke arah jalan besar. Celakanya, 13 orang warga yang terdiri dari wanita satu di antaranya hamil 6 bulan dan sebagian besar anak-anak, bahkan balita, berlari ke arah yang salah di mana puluhan penyerang yang lebih banyak sudah menunggu di lereng bukit. Semua ditebas habis tanpa terkecuali. Sekitar 1 jam sesudah para penyerang menghilang, Baharuddin dan 6 orang temannya naik ke puncak bukit. Mereka menemukan 13 wanita dan anak-anak yang tewas dalam keadaan sangat mengerikan. Seorang Ibu syahid dalam keadaan dirusak wajahnya oleh benda tajam. Firman, bocah laki-laki berusia 1,5 tahun terbelah tempurung kepalanya dengan usus besar terburai dari perutnya yang menganga. Beberapa anak lainnya syahid dalam keadaan mirip. Seorang ibu lain terbelah pinggang bagian belakangnya, hingga terburai isi perutnya. Rata-rata mereka ditemukan dengan leher terpotong. Linda, seorang ibu yang sedang hamil 6 bulan ditemukan tewas dalam keadaan tergantung, kepala di bawah kaki di atas, di sebatang pohon coklat. Tubuhnya penuh dengan luka tusukan dan sabetan benda tajam. Janin di rahimnya juga tewas. Sumiati, Firman, dan Kamil, tiga anak Linda lainnya juga ikut tewas ditebas. Bagian-bagian tubuh Imam Masjid ditemukan berserakan di sebuah jurang kecil. Sekitar 30 meter dari 13 jenazah ibu dan anak-anak itu, ditemukan tubuh Wakil Imam Masjid dalam keadaan terbakar tanpa kepala. Di dinding masjid, tertulis grafiti dengan arang hitam berbunyi: "Kami Kristiani Baharuddin bercerita, malam itu, beberapa jam sebelum penyerangan, mereka mendengar suara-suara seperti sapi di sekitar tempat itu. Para penyerang Merah memang biasanya menirukan suara-suara binatang sebelum melakukan penyerangan. Suara-suara itu terdengar terus sampai tengah malam. Yosar, pria lain yang selamat mengaku mendengar para penyerang saling memanggil nama-nama yang di kenalnya di desa Sepe. Di antaranya Udin (yang sesudah kerusuhan murtad menjadi Kristen, seperti ayahnya), juga Muhsin (yang beragama Kristen seperti ibunya), sedangkan pemimpinnya bernama Patuna dan Leo juga dari Sepe. Seluruh penghuni Buyung Katedo hanya bisa memandang dari kejauhan warna merah api dan asap membumbung di atas dusun mereka. Sekitar tengah hari, polisi, sepasukan tentara, dan sekelompok mujahidin tiba di lokasi pembantaian untuk melakukan evakuasi. Jalan masuk yang sulit dan berbukit-bukit memperlambat datangnya bantuan. Lili, salah seorang komandan pasukan jihad, merekam ketiga belas jenazah yang masih berdarah segar itu. Di tengah suasana yang sangat emosional itu, ketegangan sempat meledak, saat salah seorang perwira reserse Polres Poso berusaha merebut handy-cam Lili. Petugas intel itu terus-menerus merokok sambil membantu yang lain. Lili menepiskan tangan petugas itu sambil menghardik, "Anda kan orang Kristen, lebih baik Anda pergi ke Sepe-Silanca, bilang itu sama orang-orang bahwa ajaran mereka sudah dirasuki setan. Mana ada agama yang menyuruh membantai wanita dan anak-anak seperti ini!" Sehari sesudah pembantaian, petugas kepolisian menemukan jenazah ke-14: seorang anak perempuan berusia 5 tahun, ditemukan tewas dalam keadaan disalib di tiang kayu. Menurut mereka yang selamat dan kerabat gadis kecil itu, sebuah torehan dengan benda tajam berbentuk salib disayatkan di kulit punggungnya. Belum cukup, sebatang besi yang ada bendera kecil berwarna merah ditancapkan tepat di ubun-ubunnya. Dalam waktu singkat, Crisis Centre-Gereja Kristen Sulawesi Tengah (CC-GKST) meluncurkan berita di situs resminya di internet. CC-GKST merupakan sebuah lembaga yang muncul bersamaan dengan rusuhnya kawasan ini akhir tahun 1998. Bunyi berita itu demikian: "3 Juli 2001, Pasukan Kristen Menyerang Sarang-sarang Pasukan Putih di Desa Buyukatedo. Pasukan Kristen memasuki Desa Buyukatedo dan membumihanguskan desa tersebut. Desa ini adalah salah satu desa basis pasukan putih. Dari rumah-rumah yang dibakar di desa tersebut, beberapa rumah ternyata menyimpan bom. Terbukti setelah terbakar bom tersebut meledak. Ledakan pada salah satu rumah besar sampai menggetarkan tanah. Korban berjatuhan, dari pihak Kristen satu orang luka tertembak bernama Uleng dan dari pihak Putih 13 orang tewas" Nampaknya jelas benar, bahwa yang dimaksud "Pasukan Putih yang tewas" oleh berita CC-GKST itu adalah termasuk Firman, umur 1,5 tahun, yang tempurung kepalanya terbelah dan ususnya terburai keluar, juga Linda, ibunya yang hamil 6 bulan dan ditemukan tewas bersama janinnya tergantung terbalik di pohon coklat. Begitu juga anak-anak, wanita, dan orang-orang tua yang berlari ke arah yang salah di pagi buta itu. Pembantaian Buyung Katedo oleh banyak kalangan di Poso dianggap sebagai dimulainya kerusuhan jilid ke-4 antara Kristen dan Muslim di kabupaten itu. Pembantaian itu segera membangkitkan pembalasan dari para mujahidin yang dalam waktu sebulan "mensterilkan" 22 dusun dan desa kecil di sepanjang pesisir pantai Poso dari orang Kristen. Menurut Imam Jihad Poso Muhammad Ramadhan, dalam proses itu 600 anggota Pasukan Merah berhasil dibunuh, sedangkan 56 mujahidin syahid. Jilid pertama dan ke-2 terjadi Desember 1998 dan 1999, masih berupa bentrokan antar kelompok masyarakat secara sporadis. Jilid ke-3 kerusuhan Poso terjadi pada bulan Mei dan Juni 2000 merupakan rangkaian pembantaian terbesar sepanjang sejarah kawasan itu. Pada bulan-bulan itu ratusan jenazah yang terpotong-potong dan sudah membusuk mengalir di sungai Poso yang membelah ibukota kabupaten yang sejak kerusuhan mayoritas penghuninya Muslimin. "Saya menghitung lebih dari 170 jenazah dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore," kata seorang saksi kengerian itu yang tak mau disebut namanya. Hampir semua jenazah itu laki-laki dan kedua tangannya terikat di belakang. Relawan dari sebuah organisasi bantuan medis darurat Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dan organisasi kemanusiaan Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU) mencatat bukan hanya penemuan ratusan jenazah itu saja, tetapi juga hingga kini mereka masih menangani mereka yang selamat dari penyerangan Pasukan Merah di Pondok Pesantren Walisongo, di dekat desa Situwulembah, 9 kilometer di selata kota Poso. Bagian dalam masjid di desa itu seperti disiram dengan darah, diduga karena begitu banyaknya orang yang dibantai di dalamnya. Seorang pensiunan jaksa negeri yang ditemui Suara Hidayatullah dan kini bekerja dalam jaringan intelijen Kodam Wirabuana, mengatakan telah menemukan bukti-bukti bahwa para korban telah disiksa secara sadis sebelum mereka dibunuh. "Kami menemukan banyak panci besar yang diduga tadinya berisi air mendidih yang disiramkan kepada para korban sebelum mereka dibantai," katanya. Para wanita bukan saja dipaksa menyaksikan pembantaian suami-suami dan anak-anak lelaki mereka dengan mata terbuka, tetapi juga ditelanjangi dan dianiaya secara seksual. "Saya menangis ketika menemukan sebuah celana dalam anak perempuan yang berdarah. Saya lihat ukurannya milik anak balita. Kami temukan dia sudah tak bernyawa, dan kami yakin dia diperkosa dulu sebelumnya," kata pensiunan jaksa negeri itu. Bulan April lalu, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah di ibukota Palu telah memvonis bersalah dengan hukuman mati 3 orang Katolik yang mengaku memimpin penyerangan dan pembantaian ratusan Muslimin Poso. Mereka adalah Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva. Tibo dikabarkan sakit hati oleh pernyataan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), yang isinya menyatakan tidak ada kaitannya antara lembaga itu dengan gerakan ketiga orang terdakwa, dengan alasan "mereka beragama Katolik sedangkan kami gereja Protestan." Mungkin karena merasa diterlantarkan dalam keadaan sulit, Tibo lantas "bernyanyi". Ia menyebut 16 nama tokoh Kristen Protestan yang menurutnya merupakan dalang intelektual dari kerusuhan selama hampir 3 tahun ini. "Tibo dan kedua temannya memang bersalah, tapi orang-orang yang paling bertanggung jawab, termasuk Pendeta Rinaldy Damanik, pimpinan Crisis Centre Gereja Kristen Sulawesi Tengah sejauh ini masih tak tersentuh," kata Lili. Fabianus Tibo yang biasa dipanggil Om Tibo pernah terlibat kegiatan kriminal beberapa tahun sebelumnya. Pernah dipenjara. Di Sulteng Tibo adalah minoritas karena agama Katoliknya. Ia dan kedua temannya pun pendatang, mereka transmigran asal Flores, Nusa Tenggara Timur. Dari berbagai status yang "tidak terlalu penting" itu, sempurnalah Om Tibo jika dikorbankan sebagai kambing hitam. Sedangkan ke-16 tokoh yang disebutnya dalam pengadilan hingga sekarang tak pernah diperiksa, apalagi dikenai tahanan atas nama hukum. Karena kabarnya, di antara 16 nama itu sebagian besar adalah para petinggi di tingkat propinsi atau minimal bekas pejabat. Dalam persidangan Tibo, juga muncul saksi bernama Anton. Seorang Muslim yang berpura-pura menjadi Kristen dan sempat menjadi anggota Pasukan Kelelawar Hitam pimpinan Tibo. Anton menceritakan secara rinci persenjataan, latihan-latihan, struktur komando Pasukan Merah, hingga orang-orang yang diduga menjadi penyandang dana. Anehnya, kesaksian Anton bagaikan debu ditiup angin. Hilang tanpa bekas. Yahya Mangun, seorang tokoh masyarakat Poso mengaku kepada Suara Hidayatullah, pernah menanyakan hal itu ke seorang petinggi kepolisian propinsi mengenai tindaklanjut atas kesaksian Anton. Jawabannya, "Sudah, sudah kami periksa, tidak ada senjata-senjata itu." Jika kesaksian Anton palsu, mengapa bisa dipakai memberatkan Tibo? Mengapa kemudian Anton bebas? Berjalannya hukum di Sulawesi Tengah memang sangat memprihatinkan sejak kerusuhan meledak 3 tahun belakangan ini. Kasus Buyung Katedo yang bukti-bukti lengkap, dan nama-nama pelakunya sudah terduga hingga sekarang belum ada tindakan hukum baik dari pihak Polres Poso, maupun Polda Sulteng. Nasib yang sama dialami berbagai pelanggaran HAM besar lain, berupa penyerangan-penyerangan sporadis ke desa-desa Muslim. Di antaranya desa Toyado yang diserang Pasukan Merah dua hari sesudah peristiwa Buyung Katedo. Alhamdulillah, tak ada korban di pihak warga Muslim yang berkebun coklat di dekat situ. Enam orang anggota Pasukan Merah tewas. "Jumlah mereka ratusan, kami hanya belasan dibantu Brimob yang menjaga kampung ini," kata Imam Masjid dusun Toyado. Kasus Hanafi Manganti lebih parah lagi. Pria yang menjabat Kepala Sub Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Poso ini pulang dari perjalanannya ke Tentena sudah di dalam peti mati (21/7). Tubuh mualaf yang tadinya beragama Kristen itu, dari ujung rambut sampai ujung kaki tak ada yang luput dirusak dengan sayatan benda tajam, kecuali telapak kaki. Wajahnya hancur, telinga kiri hampir putus, tulang belakang retak, permukaan dada memar akibat pukulan, dan jari kelingking putus. Hingga sekarang pihak kepolisian tidak menemukan tanda-tanda kuat siapa yang membunuh Hanafi, yang ke Tentena untuk mengunjungi sanak kerabatnya yang masih beragama Kristen. Pembantaian di Buyung Katedo hingga kini belum mendapat kejelasan tindakan hukum baik oleh pihak kepolisian resort Poso maupun kepolisian daerah Sulteng. Mungkin karena yang dibantai hanya anak-anak dan ibu-ibu. (Tim Redaksi) Artikel lainnya:
| |
|
Copyright© Suara Hidayatullah, 2001 |
Majalah Suara Hidayatullah : September 2001 | ||
Surat untuk Redaksi:
|
Setiap Seratus Tahun"Sesungguhnya pada setiap seratus tahun pertama Allah mengutus untuk ummat ini orang yang akan membarui agama mereka." (HR. Abu Daud) Al-Hakim juga meriwayatkan teks hadits yang sama, sekaligus menshahihkannya. Di antara hadits-hadits Rasulullah ada di antaranya yang memberi peringatan tentang terjadinya mushibah yang akan menimpa ummatnya, juga ada yang memberi kabar gembira tentang banyak hal yang menguntungkan posisi ummat Islam. Hadits d1i atas merupakan salah satu kabar gembira yang disampaikan Rasulullah kepada ummatnya. Sayang, hadits yang sebagus itu ditanggapi secara negatif oleh ummat Islam. Di antaranya dipakai oleh sekelompok orang untuk mengklaim pemimpinnya sebagai tokoh yang dikabarkan oleh hadits tersebut, padahal pemikirannya serta pengaruh perubahannya tidak nampak dan dirasakan oleh ummat Islam. Tokoh dimaksud tidak lebih dari sekadar pemimpin suatu organisasi atau jama'ah yang bersifat lokal. Sikap negatif lainnya adalah menunggu. Karena sudah dijanjikan oleh hadits, maka sebagian besar ummat Islam justru hanya menunggu kedatangannya, serta meraba-raba, siapa di antara tokoh pemimpin yang masuk dalam kreteria hadits Nabi tersebut. Mereka tidak berperan aktif mempersiapkan diri dan membiarkan dirinya tak berdaya dan tidak memiliki kekuatan apa-apa. Padahal hadits ini dimaksudkan untuk menggerakkan ummat Islam agar berperan aktif dalam gerakan pembaruan. Dengan begitu setiap Muslim mestinya bertanya pada diri masing-masing, apakah peranan saya dalam gerakan pembaruan ini? Bukan sebaliknya, malah berpangku tangan sambil menunggu turunnya sang Bintang. Terhadap hadits di atas, sebagian ulama mengartikan kata "man" sebagai bentuk mufrad (tunggal), yang berarti bahwa setiap seratus tahun hanya akan lahir seorang pembaru. Sedangkan sebagian besar Ulama yang lain berpendapat bahwa kata "man" di sini mengandung pengertian jama' (prural). Hal itu berarti bahwa pembaru yang dimaksud bisa saja berbentuk kelompok da'wah, kelompok tarbiyah, ataupun kelompok jihad. Wallahu a'lam bishawab. Namun demikian, apapun kandungan artinya, mufrad atau jama', yang pasti bahwa setiap abad akan hadir seorang pemikir besar yang membawa misi pembaruan. Bisa seorang diri, bisa juga dalam bentuk kelompok. Tugas utama pembaru tersebut adalah melakukan reorientasi, memberi orientasi kembali kepada ummat atas jalan yang telah ditempuhnya, agar lebih lurus dan tidak melingkar-lingkar, sulit dan berbelit-belit. Para pembaru dihadirkan oleh Allah Swt di muka bumi untuk melakukan perubahan-perubahan, baik terhadap struktur maupun kultur sosial kemasyarakatan yang telah stagnan. Allah menghendaki perubahan-perubahan yang dinamis dalam hidup manusia sebagaimana perubahan yang terjadi di alam raya ini. Perubahan, pergeseran, dan pergantian adalah sesuatu yang alamiyah, bahkan pada setiap detiknya sel-sel dalam tubuh manusia sendiri selalu diperbarui. Sejak Nabi Nuh sampai Rasulullah Saw ketika menyampaikan missi pembaruan dan perubahannya selalu menghadapi masyarakat yang memiliki watak yang sama. Respon yang ditunjukkan oleh masyarakat yang stagnan dan statis itu adalah: "ini adalah kebiasaan leluhur kami, dan kami tidak bersedia mengubahnya." Al-Qur'an mencatat secara cermat jawaban mereka: Dan apabila dikatakan oleh mereka: "ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170) Pada ayat yang lain, Allah mencatat sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat yang telah diseru pada jalan perubahan. Allah berfirman: Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa-apa yang kami dapati dari nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kalian berdua." (Yuunus: 78) Dua contoh ayat di atas jelas-jelas mengecam rutinisme dan kebiasaan buruk, serta sikap ikut-ikutan tanpa argumentasi yang jelas. Al-Qur'an tidak menghendaki tiranisme yang mempertahankan kekuasaannya secara membabi buta dengan cara memberangus setiap adanya gerakan pembaruan. Itulah sebabnya dalam al-Qur'an banyak didapati kisah-kisah sejenis Fir'aun yang berusaha mempertahankan tirani kekuasaannya. Al-Qur'an tidak hanya berbicara tentang watak manusia yang cenderung terperangkap dalam rutinisme dan tiranisme, tapi juga memberi solusi agar perubahan dan pembaruan itu dapat diterima, sekalipun oleh masyarakat yang stagnan. Ada dua syarat yang harus dipenuhi jika menginginkan gerakan pembaruan dan berubahan itu sukses. Yang pertama adalah adanya nilai (idea). Sedangkan syarat keduanya adalah adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut. Syarat pertama diambil alih secara langsung oleh al-Qur'an. Sejak semula Al-Qur'an memperkenalkan dirinya sebagai kitab suci yang berfungsi melakukan perubahan positif, dari kondisi kegelapan kepada keadaan yang terang benderang. Allah berfirman: "Alif, laam, raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang, dengan izin Yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji." (Ibrahiim: 1) Masyarakat Arab Jahiliyah adalah masyarakat yang pertama kali bersentuhan dengan al-Qur'an. Sebagain terbesar mereka pada mulanya adalah menolak, akan tetapi karena strategi da'wah Rasulullah yang mu'jizati akhirnya mereka menerima. Karenanya, merekalah orang-orang yang pertama kali mengalami perubahan pola pikir, sikap dan tingkah lakunya sebagaimana yang dikehendaki al-Qur'an. Petunjuk-petunjuk al-Qur'an dan kebijakan-kebijakan Nabi saw telah mampu mengubah segi-segi negatif masyarakat arab jahiliyah dalam waktu singkat. Mereka yang asalnya politeisme dan penyembah berhala, pelaku praktek-praktek perdukunan dan khurafat, pemabuk, peminum, dan penista kaum wanita, kini telah berubah seketika, seiring dengan perubahan sikap penerimaan mereka terhadap nilai-nilai al-Qur'an. Komunitas masyarakat yang disebut jahiliyah itu pada akhirnya berubah menjadi Khairul Qurun, sebaik-baik generasi. Rasulullah sendiri menegaskan keberadaan mereka: "Sahabat-sahabatku ibarat bintang-bintang. Barangsiapa menelusuri salah satunya dia mendapat petunjuk jalan." (HR ad-Daarami) Perubahan itu terlaksana dengan cepat karena kemampuan mereka dalam memahami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur'an. Perubahan tersebut lebih dipercepat lagi setelah mereka memahami hukum sejarah dan masyarakat yang dijelaskan secara gambling dalam al-Qur'an. Bahwa dalam sejarah dan masyarakat terdapat sunnatullah yang berlaku sepanjang masa, yang tidak pernah berubah. Hukum sejarah dan hukum kemasyarakatan, sebagaimana hukum alam itu tidak pernah mengalami perubahan. Allah menegaskan:
"Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (kamu), dan sekali-kali kamu tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah." (Al-Ahzaab: 62) Al-Qur'an tidak hanya berisi kandungan nilai-nilai perubahan positif, serta hukum-hukum perubahan, tapi juga memuat cara-cara melakukan perubahan. Di sinilah letaknya kemu'jizatan al-Qur'an. Tidak ada kitab suci maupun buku karangan manusia genius yang berisi teori-teori perubahan masyarakat yang lebih komprehensif dibandingkan al-Qur'an. Di sini pula letaknya keunggulan al-Qur'an. Namun demikian, al-Qur'an tetaplah al-Qur'an, ia tidak bisa berbicara sendiri atau melakukan perubahan sendiri. Al-Qur'an tidak mungkin menjadi alternatif pengganti usaha manusia, tapi sekadar sebagai pendorong dan pemandu perubahan. Manusialah yang berperan secara positif dalam melaksanakan perubahan-perubahan pada semua segi kehidupan. Manusialah yang menjadi aktor utamanya, sebagaimana ditegaskan al-Qur'an: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (ar-Ra'd: 11) Perubahan yang terjadi pada masyarakat, menurut ayat di atas bisa semata-mata karena kehendak Allah Swt sesuai dengan hukum-hukum masyarakat yang telah ditetapkan-Nya. Hukum-hukum itu tidak membedakan satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Siapapun yang melanggar hukum masyarakat tersebut pasti mendapati akibat yang sama. Hukum itulah yang berlaku pada komunitas Rasulullah pada saat perang Uhud, dan demikian pula yang menimpa ummat Islam saat ini. Perubahan kedua yang terjadi pada masyarakat yang pelakunya adalah manusia sendiri. Manusia adalah pelaku-pelaku yang menciptakan sejarah. Sejarah itu bergerak menuju suatu tujuan, sedangkan tujuan itu selalu berada di hadapan manusia, atau pada masa depan. Masa depan sebagaimana yang diharap-harapkan dan dicita-citakan selalu berada dalam benak manusia. Dengan demikian, benak manusia mendahului semua gerak langkah manusia. Atau dengan istilah lain, benak merupakan proses awal terjadinya perubahan sejarah. Dalam istilah al-Qur'an, benak manusia itu disebut anfus, yang pada dasarnya terdiri atas dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang dihayati dan kehendak (iradah). Perpaduan kedua unsur tersebut melahirkan kekuatan pendorong untuk melakukan sesuatu. Dari sanalah lahirnya sikap, disusul kemudian perilaku. Sikap adalah suatu reaksi efektif yang mengandung unsur suka atau tidak suka terhadap suatu obyek. Sikap itu mengandung komponen kognitif, berupa keyakinan-keyakinan. Pada masyarakat yang mempunyai keyakinan yang sama cenderung mempunyai sikap yang sama terhadap suatu obyek tertentu. Komponen kedua dari sikap adalah perasaan, yakni perasaan senang atau tidak senang kepada sesuatu. Sedangkan komponen ketiganya adalah kesiapan behavorial. Kesimpulannya, sikap adalah sesuatu yang menentukan perilaku seseorang. Sikap positif akan melahirkan tingkah laku positif, sebaliknya sikap negatif akan melahirkan perilaku yang negatif juga. Muhammad saw melakukan perubahan sekaligus pembaruan kehidupan kemasyarakatan dimulai dari titik dasarnya, yaitu anfusnya. Di sinilah manusia diperkenalkan dengan nilai tauhid, yang dari sanalah bermuara segala aktivitas, gerak langkah, dan denyut jantung manusia. Nilai-nilai itulah yang dihayati oleh masyarakat Islam pada masa awal, sehingga dapat merubah secara total sikap, pola pikir, dan tingkah laku mereka. Muhammad bukanlah reformis sebagaimana reformis lain, yang hanya bisa mengobati penyakit masyarakat secara sebagian demi sebagian. Beliau melaksanakan da'wah reformasinya secara tuntas, dan tepat sasaran, yaitu dengan mengubah tabiat ummat manusia. Belum pernah ada pembaru sebelum maupun sesudahnya yang menyamai keberhasilannya. Kunci keberhasilannya terletak pada seruannya agar manusia beriman kepada Allah dan menolak semua sembahan selain-Nya. Beribadah kepada-Nya semata-mata dan melepaskan diri syetan dalam segala manifestasinya. Ringkasnya beliau berseru: "Qul laa ilaaha illallaha tuflihuun, katakanlah tiada Ilah selain Allah, agar kalian memperoleh kesuksesan". (Hamim Thohari) Artikel lainnya:
| |
|
Copyright© Suara Hidayatullah, 2001 |
Majalah Suara Hidayatullah : September 2001 | ||
Surat untuk Redaksi:
|
Fenomena Dajjal dan Imam Mahdi
Oleh : Abdullah Azzam* Wacana tentang Dajjal ini masih menjadi perdebatan, ditambah adanya statemen dari para orientalis yang meragukan keberadaan Dajjal dan Imam Mahdi sang penakluk. Mereka menganggap bahwa keyakinan ummat Islam tersebut mengada-ada dan untuk memberikan harapan baru bagi ummat Islam dari kekalahannya di berbagai sektor kehidupan. Beberapa saat lalu di surat kabar terbesar Jerman 'Stutgart Today', seorang pemikir Jerman GH. Von Landau, menulis: "Tema pokok seluruh pemikiran Islam sekarang ini terpusat pada anggapan bahwa Imam Mahdi yang turun di akhir jaman akan menguasai dunia, mengalahkan bangsa Yahudi dan mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin. Ia adalah laki-laki penggerak teror, dan semua itu sudah terlihat secara nyata. Sekalipun demikian ternyata Imam Mahdi belum muncul juga meski seluruh tanda yang mereka yakini bagi kedatangannya sudah terlihat. Ini membuktikan bahwa Imam Mahdi hanya sekedar mitos tanpa dasar. Akan tetapi harga diri kaum muslimin yang rapuh tetap mempertahankannya dan terus menerus mengumandangkan konsep ini untuk merevitalisasi kelemahan dan mengatasi perpecahan yang melanda seluruh dunia Islam, yang menguasai pikiran setiap muslim di alam fana ini". Selanjutnya penulis Jerman ini menutup dengan kalimat sebagai berikut; "Imam Mahdi adalah suatu pemikiran, sedangkan pemikiran seringkali akan mengarah pada kemauan. Bila kemauan itu menguat, biasanya ia akan melahirkan Mukjizat. Persoalannya adalah apakah kaum muslimin memiliki kemauan kuat belakangan ini, yang dari mereka akan tampil sebagai Al-Mahdi sang penakluk? Impian mereka bakal terwujud dalam diri siapa saja, sepanjang orang itu mereka anggap sebagai Imam Mahdi". Al-Qur'an memang tidak menyebut kemunculan Dajjal dan Imam Mahdi secara eksplisit, namun cukup banyak hadist yang memberitakan kedatangannya, hingga dalam sholatpun kita diajarkan untuk bermohon kepada Allah SWT dari fitnah Dajjal. Syekh Muhammad Isa Dawud dalam bukunya "Al-Mahdi Al-Muntadhar `alaa Al-Abwab Qhahir al-Masikh ad Dajjal" menjelaskan secara ilmiah perihal kemunculan Dajjal disertai manuskrip-manuskrip yang ditemukan oleh para ilmuwan dewasa ini, dalam buku itu juga, beliau dengan panjang lebar menerangkan perilaku Dajjal yang busuk di muka bumi dan kehancurannya di tangan Al-Mahdi. Dalam Shahih Bukhori disebutkan: Telah menceritakan kepada kami 'Abdan, telah menceritakan kepada kami 'Abdillah, dari Yunus, dari Az-Zuhri dari Salim, bahwa Ibnu Umar berkata, "Rosulullah SAW. berdiri di hadapan orang banyak, lalu memuji dan menyanjung Allah SWT. sebagaimana biasanya. Kemudian beliau menyebut-nyebut 'Dajjal', Sungguh aku memperingatkan kamu sekalian agar berhati-hati terhadap Dajjal. Setiap Nabi pasti memperingatkan kaumnya tentang Dajjal, Nabi Nuh telah memperingatkan kaumnya. Akan tetapi akan aku beritahu kepada kalian tentang Dajjal yang belum pernah diberitahukan oleh seorang Nabipun kepada ummatnya. Kalian harus tahu bahwa Dajjal buta sebelah matanya, dan bahwa Allah SWT. tidak buta sebelah matanya". DR. Mustafa Mahmud pernah mengatakan,"Tidak diragukan lagi bahwa perdamaian formal yang dipaksakan di dunia Arab saat ini dan di pihak lain Israel terus-menerus meningkatkan kekuatan senjatanya dengan dukungan Amerika terhadap kezaliman-kezaliman yang dilakukannya. Pendudukan atas Palestina dan perampasan Baitul Maqdis, serta koalisi berbagai negara, adalah semata-mata langkah awal untuk mengepung wilayah Arab secara total. Semuanya itu akan merusak keseimbangan, semakin meningkatkan kesewenang-wenangan dan menciptakan kehancuran yang pasti tidak akan terelakkan. Kelak pasti akan tiba saatnya bahwa pembersihan terhadap kekuatan militer zionis dipandang sebagai suatu keharusan bagi terciptanya perdamaian dunia. Jika saat itu tiba maka terlaksanalah janji Allah bagi munculnya pahlawan pahlawan (yang dipimpin oleh Imam Mahdi) dari puing-puing kehancuran yang selama ini tersimpan dalam kegaiban. Saat ini pahlawan-pahlawan tersebut masih tersembunyi dalam bencana yang ditimpakan Allah SWT. yang mempersiapkan jiwa-jiwa sehingga mencapai kepahlawanan yang dibutuhkan".
Dajjal Kecil Terlepas dari setuju atau tidak tentang kemunculan Dajjal beserta Imam Mahdi sang penakluk, Ummat Islam memang layak dituntut waspada. Terutama terhadap munculnya " |