PENDAHULUAN

 

I.1. Latar Belakang

 

Industri perbankan di Indonesia sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi. Tidak hanya di Indonesia, di banyak negara pun industri perbankan sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi, terutama sekali dalam membiayai aktivitas yang berhubungan dengan uang.

Selain itu perbankan dibutuhkan karena mempunyai peranan yang amat mendukung meningkatnya pembangunan ekonomi. Peranan an tersebut adalah[1] :

1.        Pengalihan aset (aset transmutation)

Perbankan  berfungsi dalam memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari para pemilik dana yang disimpan di bank yaitu unit surplus yang mempercayakan dananya untuk dikelola bank. Dalam hal ini perbankan telah berperan sebagai pengalih aset dari unit surplus (lenders) kepada unit defisit (borrowers).

2.        Transaksi (transaction)

Perbankan memberikan kemudahan bagi para pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. Produk-produk barang dan jasa yang dikeluarkan oleh bank merupakan p[engganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.

3.        Likuiditas (liquidity)

Peran ini menunjukan bahwa lembaga  keuangan bank dapat meyakinkan nasabah bahwa dana yang disimpan sebagai produk-produk dengan tingkat likuiditas yang berbeda-beda akan dikembalikan pada saat yang telah ditentukan, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.

4.        Efisiensi (Efficiency)

Perbankan dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanannya, bank dapat mempertemukan pemilik dan pengguna modal serta memperlancar pihak-pihak yang saling membutuhkan.

 

Dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1967 keberadaannya diatur oleh Undang-undang Nomor 14/1967 yang kemudian digantikan oleh Undang-undang Nomor 7/1992 tentang perbankan. Penggantian dasar hukum mengenai keberadaan sistem perbankan itu dilakukan karena Undang-undang yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan moneter.

Berdasarkan Undang-undang nomor 14/1967 pasal 1 disebutkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam  lalulintas pembayaran uang. Selanjutnya dalam pasal 3 Undang-undang tersebut, perbankan dibedakan menjadi empat berdasarkan fungsinya yaitu Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan dan Bank pembangunan.

Sedangkan menurut Undang-undang nomor 7/1992 pasal 1, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan dalam rangka taraf hidup rakyat.

Pada perkembangannya sektor perbankan memainkan peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Terlebih lagi pada saat kejayaan dari sektor minyak mulai menurun,  sehingga penerimaan dari sektor migas tidak lagi dapat diandalkan karena harga minyak terus merosot. Merosotnya harga minyak menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam membiayai  pembangunan. Maka untuk mengatasi kesulitan tersebut pemerintah melakukan mobilitasi dana masyarakat melalui lembaga keuangan yang ada.

Untuk dapat mengefektifkan mobilisasi dana masyarakat tersebut, maka dilakukan deregulasi sektor perbankan. Hal ini sesuai dengan salah satu alasan diadakan deregulasi yaitu alasan pragmatis kesulitan anggaran, yang ditandai dengan defisit anggaran negara yangsemakin besar, menuntut pengurangan keuangan negara  dan meningkatkan efisiensi serta produktivitasnya[2].

 

Deregulasi sering dikaitkan dengan pengurangan peran pemerintah dalam perekonomian. Karena pada dasarnya esensi dari dari deregulasi adalah pengurangan distorsi dalam perekonomian yang mengakibatkan tidak berjalannya mekanisme pasar secara sewajarnya.

Pada umumnya penyebab distorsi ini adalah adanya peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu, yang berusaha mempengaruhi jalannya perekonomian untuk melindungi kepentingan pemerintah itu sendiri. Menurut sejarahnya, proses deregulasi dilaksanakan karena bertujuan untuk mencegah kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh perbankan. Kesalahn perbankan berarti sebuah kerugian yang harus ditanggung tidak hanya oleh para pemilik bank tetapi juga para penabung.

Dikeluarkannya deregulasi disektor perbankan sesuai dengan apa yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Ketentuan tersebut yaitu bahwa lembaga keuangan perbankan yang fungsi utamanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat mempunyai tugas membantu pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi kearah peningkatan kesejahtraan rakyat banyak.

Guna mencapai tujuan tersebut maka lembaga perbakan diarahkan untuk secepatnya dapat memperluas jangkauan pelayanan diseluruh pelosok tanah air, dan secara terus menerus meningkatkan efisiensi, efektivitas dan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Deregulasi di Indonesia dimulai pada tahun 1983 yaitu pada saat dikeluarkanya paket 1 Juni 1983 (Pakjun 1983), paket deregulasi pada intinya berisi hilangnya sistem pagu kredit dan diberikan kebebasan kepada bank-bank pemerintah dalam kebijakan pengelolaan, terutama dalam penentuan tingkat suku bung. Tujuan utama paket kebijakan ini yaitu untuk mendorong bank-bank agar dapat menghimpun dana masyarakat dan kemudian menyalurkan secara lebih efisien.

Sebelum deregulasi 1 Juni 1983 Bank Indonesia menetapkan pagu kredit, menetukan selektivitas arah kredit dan menetapkan serta mensubsidi tingkat suku bunga kredit. Campur tangan  seperti itu terutama berlaku bagi bank-bank negara[3].

Dampak dari paket deregulasi ini adalah terciptanya iklim persaingan antar bank dalam industri perbankan Indonesia. Iklim persaingan ini mendorong naiknya tingkat suku bunga. Naiknya tingkat suku bunga sebagai instrumen utama dalam menarik dan menghimpun dana dari masyarakat. Hal yang demikian ini tidak dapat disalahkan karena masyarakat sendiri lebih suka menabung pada bank yang memberikan bunga tinggi.

Pada saat itu dominasi bank-bank pemerintah dalam menentukan tingkat suku bunga masih sangat dominan. Adanya kenaikan tingkat suku bunga pada bank-bank pemerintah akan segera diikuti oleh bank-bank lainnya baik itu bank swasta maupun bank campuran. Demikian pula jika terjadi penurunan tingkat suku bunga pada bank-bank pemerintah, penurunan ini akan diikuti oleh bank-bank lainnya.

Adanya dominasi peranan bank-bank pemerintah dalam kegiatan perbankan dapat dikatakan bahwa keadaan industri perbankan  Indonesia sampai tahun 1990-an masih bersifat oligopoli. Hal ini terjadi karena pangsa pasar, baik dalam penghimpunan dana masyarakat maupun penyalurann kredit kepada para peminjam dikuasai oleh bank pemerintah.

Dilihat dari aset perbankan  pada tahun 1980 sebelum pakto total aset perbanakn masih dikuasai oleh bank-bank pemerintah besarnya yaitu sekitar 73% dari total aset sektor perbankan[4].

Semakin besar peranan yang dituntut dari sektor keuangan membuat sistem alokasi dan distribusi yang tidak ditentukan oleh mekanisme pasar tidak dapat dipertahankan lagi karena akan menimbulkan distorsi dalam perekonomian. Maka untuk itulah perlu adanya deregulais dalam sektor keuangan[5].

Dalam upaya meningkatkan efisiensi di sektor keuangan, melalui penggalakan persaingan antar bank, pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan Paket 27 Oktober 1988. Isi dari kebijakan ini antara lain : Pertama, diberikan kemudahan-kemudahan dalam mendirikan bank swasta bar, pembukaan kantor-kantor cabang baru, serta pendirian usaha Bank Perkreditan Rakyat. Kedua, kemudahan untuk memperluas bank devisa, pendirian bank campuran dan pembukaan kantor cabang bank asing. Ketiga, terbukanya kesempatan bagi pemanfaatan dana-dana dari badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah pada bank swasta dan lembaga keuangan lain selain bank.

Dampak dari dikeluarkannya deregulasi Pakto 1988 ini dalah munculnya bank-bank baru yang disertai dengan bertambahnya kantor cabang baru. Kondisi ini membuat persaingan antar bank menjadi bertambah sengit terutama dalam menarik nasabah, baik berupa pengumpulan dana maupun penyaluran kredit.

Bertambahnya jumlah bank baru serta brtambahnya jumlah kantor cabang bank tersebut dimungkinkan karena deregulasi tersebut membuka kemungkinan bagi pendirian bank baru, membuka kemungkinan pendirian kantor cabang pembantu bank asing, mempermudah pemberian ijin menjadi bank devisa dan mempermudah pembukaan kantor cabang bank[6].

 

1.2. Permasalahan

 

Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah telah mempengaruhi struktur industri perbankan di Indonesia. Adanya perubahan jumlah bank berdampak pada berubahnya tingkat persaingan dalam industri perbankan. Berubahnya tingkat persaingan juga berarti adanya perubahan falam struktur pasar industri tersebut.

Jumlah bank yang pada tahun……

 

 

Agar dapat mengamati permasalahan yang ada pada industri perbankan asional ini maka perlu dipilih beberapa pokok permasalahan. Permasalahan yang akan diamati dirumuskan sebagai berikut :

 

1.        Bagaimanakah struktur industri perbankan nasional Indonesia pada tahun 2000, apa bila ditinjau dari konsentrasi pasarnya.

2.        Apakah struktur industri perbankan nasional mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap tingkat solvabilitas industri tersebut.

3.        Apakah struktur industri perbankan nasional mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap tingkat pendapatan industri tersebut.

4.        Apakah struktur industri perbankan nasional mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap tingkat liquiditas industri tersebut.

 

 

1.3. Tujuan Penelitian

 

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1.        Untuk mengetahui struktur industri perbankan nasional pada tahun 2000, apabila dilihat dari konsentrasi pasarnya.

2.        Untuk mengetahui apakah struktur pasar mempunyai pengaruh terhadap tingkat solvabilitas industri perbankan nasional.

3.        Untuk mengetahui apakah struktur pasar mempunyai pengaruh terhadap tingkat Rentabilitas industri perbankan nasional.

4.        Untuk mengetahui apakah struktur pasar mempunyai pengaruh terhadap tingkat Liquiditas industri perbankan nasional.

 

 

1.4. Manfaat Penelitian

 

Adapun manfaat penelitian yang yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

 

1.        Untuk memberikan informasi mengenai  struktur industri perbankan nasional di Indonesia pada tahun 2000 sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembanding bagi penelitian berikutnya.

2.        Untuk memberikan informasi mengenai kinerja industri perbankan nasional Indonesia pada tahun 2000

3.        Untuk memberikan pemahaman dan penegrtian yang lebih mendalam bagi penulis mengenai berbagai teori ekonomi yang telah dipelari dan didapatkan di bangku kuliah.

4.        Menambah khasanah studi-studi ilmu yang terdahulu dalam bidang perekonomian pada umumnya serta sibidang industri perbankan pada khususnya.

 

1.5. Hipotesa penelitian

 

Hipotesa yang akan diuji pada penelitian ini adalah :

1.        Industri perbankan nasional merupakan industri yang terkonsentrai sehingga dapat dikatakan bahwa struktur pasarnya mengarah kebentuk oligopoli.

2.        Struktur pasar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat solvabilitas industri perbankan nasional.

3.        Struktur pasar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat rentabilitas industri perbankan nasional.

4.        Struktur pasar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat liquiditas industri perbankan nasional.

 

1.6. Metodologi Penelitian

 

Untuk dapat mencapai tujuan penelitian dan membuktikan benar tidaknya hipotesa, maka akan digunakan beberapa metode yaitu :

 

1.6.1. Studi Pustaka

Studi pustaka diawali  untuk mendapatkan suatu landasan teori yang kuat dan relevan dengan analisa yang akan digunakan dalam penelitian. Landasan teori diambil dari literatur-literatur ilmiah, majalah-majalah umum, jurnal-jurnal penelitian dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang mempunyai kaitan erat dengan masalah atau subyek yang akan diteliti.

1.6.2. Pengumpulan Data

Sedangkan data yang akan digunakan dalam penilitian ini adalah data sekunder. Data tersebut antara lain mengenai total aset, total dana pihak ketiga dan total penyaluran kredit dari seluruh perbankan nasional yang diterbitkan oleh Biro Riset Infobank. Data mengenai jumlah bank dan jumlah kantor cabang yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik maupun dari laporan Bank Indonesia berupa Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Serta data lain yang dianggap relevan dengan masalah yang akan diteliti.

16.3. Analisis Data

Analisis data yang digunakan terdiri dari tiga tahap penelitian yaitu yang pertama, analisis struktur industri, yang kedua analisis kinerja industri dan yang ketiga adalah analisa hubungan antara struktur dan kinerja industri.

Pertama, Untuk melihat struktur industri maka dapat diketahui dengan  cara mengukur tingkat konsentrasi dari industri tersebut. Pengukuran tingkat konsentrasi dalam hal ini akan digunakan indeks konsentrasi parsial berupa konsentrasi 4 bank terbesar, 8 bank terbesar dan 20 bank terbesar. Sedangkan untuk menganalisis tingkat konsentrasi secara keseluruhan digunakan Indeks Herfindahl. Variabel yang akan dijadikan ukuran konsentrasi adalah variabel total aset, variabeljumlah dana yang dihimpun dan variabel jumlah kredit yang disalurkan.

Kedua, Pada tahap analisis kinerja Industri akan digunakan kriteria CAMEL (capital, assets quality, management, earnings dan liquidity) untuk mengukur bagaimanakah kinerja industri perbankan nasionla pada tahun 2000. tetapi dalam penelitian ini hanya akan menggunakan tiga kriteria saja yaitu : Capital untuk mengetahui tingkat solvabilitas dengan menggunakan Capital Adequensi Ratio (CAR),  Earnings untuk mengetahui tingkat rentabilitas dengan mengukur Return on Assets (ROA) dan  Liquidity untuk mengetahui tingkat liquiditas dengan menggunakan Loan to Deposite Ratio (LDR).

Ketiga, dengan melalui analisis pangsa pasar pada sejumlah variabel yaitu jumlah aset yang dimiliki, jumlah kredit yang disalurkan dan jumlah dana pihak ketiga yang dapat dikumpulkan, maka dapat diketahui penguasaan pasar pada struktur pasar perbankan. Selanjutnya gambaran tentang struktur pasar bank dikaitkan dengan gambaran tiap-tiap bank individual. Analisis ini diharapkan dapat mengemukakan kaitan antara struktur pasar bank dengan kinerja bank.

Untuk mencapai tujuan penelitian dan pengujian hipotesa dalam penelitian ini akan digunakan analisis regresi-korelasi. Kemudian dari hasil perhitungan regresi ini akan dilakukan pengujian statistik dan uji koefisien korelasi.

Sedangkan untuk pengujian secara ekonometri atas model estimasi akan dilakukan uji asumsi homoskedastisitas, hal ini dimaksdukan untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran asumsi klasik yang mendasari metode Ordinary Least Square (OLS)

 

1.7. Sistematika Penulisan

 

Untuk ketepatan dan kejelasan arah pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab I adalah pendahuluan, bab ini menguraikan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesa penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah landasan teori, pada bab ini akan diuraikan mengenai pasar, struktur industri dan kinerja perbankan, yang berhubungan secara teoritis dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Bab III adalah gambaran umum, Bab ini menguraikan tentang struktur dan kinerja industri perbankan nasional Indonesia.

Bab IV adalah hasil dan pembahasan, bab ini membahas dan menganalisa hasil-hasil perhitungan tingkat konsentrasi  perbankan nasional.

Bab V adalah Penutup, bab ini memuat tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini serta  beberapa saran yang dianggap perlu untuk disajikan.

 

BAB II LANDASAN TEORI

 

2.1. Pengertian Pasar

 

Secara abstrak definisi pasar adalah tempat bertemunya permintaan dan penawaran, dapat juga dikatakan bahwa pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli  yang saling bertransaksi dalam suatu produk tertentu dan menetukan nilai jual dari produk tersebut. Sehingga kegiatan yang dilakukan baik itu oleh perorangan maupun suatu kelompok usaha yang berupa kegiatan menjual dan membeli atau kegiatan penawaran dan permintaan produk tertentu akan berhubungan satu dengan yang lainnya didalam pasar[1].

Pasar dapat juga disebut sebagai sekelompok penjual dan pembeli yang mentransaksikan produk tertentu yang saling menetukan nilai penjualan (harga) dari produk tersebut.

Sedangkan menurut Roger L Miller pasar adalah suatu konsep yang abstrak  mencakup seluruh perjanjian yang secara individual dilakukan untuk saling tukar menukar satu sama lain.

Pasar juga dikatakan sebagai …

 

Berdasarkan determinan-determinan struktur pasar tersebut maka terdapat empat macam bentuk struktur pasar suatu industri, yaitu :

2.1.1. Pasar Persaingan Sempurna

Persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal, karena dianggap sistem pasar ini adalah struktur pasar yang akan menjamin terwujudnya kegiatan memproduksi barnag dan jasa yang sangat tinggi efisiensinya.

Pasar persaingan sempurna dapat didefinisikan sebagai struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar. Ciri-ciri selengkapnya dari pasar persaingan sempurna adalah seperti diuraikan dibawah ini[2].

1.        Perusahaan adalah pengambil harga. Pengambi harga atau price taker berarti suatu perusahaan di dalam pasar tidak dapat menentukan atau merubah harga pasar.Apapun tindakan perusahaan di dalam pasar, ia tidak akan menimbulkan perubahan ke atas harga pasar yang berlaku. Harga barang dipasar ditentukan oleh interaksi di antara  keseluruhan produsen dan keseluruhan pembeli.

2.        Perusahaan mudah keluar dan mudah masuk pasar. Sekiranya perusahaan mengalami kerugian, dan ingin meninggalkan industri tersebut, langkah ini dapat diambil dengan  mudah dilakukan. Sebaliknya, apabila ada produsen yang ingin melakukan kegiatan di industri tersebut produsen dapat dengan mudah melakukan kegiatan di industri tersebut.

3.        Menghasilkan barang serupa. Barang yang di hasilkan produsen tidak mudah untuk dibeda-bedakan. Barang yang dihasilkan serupa dan sangat sama. Tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara barang yang dihasilkan suatu perusahaan dengan yang dihasilkan perusahaan lainnya. Barang seperti itu dinamakan dengan istilah barang identical atau homogenous. Sebagai akibat dari sifat ini, tidak ada gunanya perusahaan melakukan persaingan yang berbentuk persaingan bukan harga atau nonprice competition yaitu persaingan dengan melakukan iklan dan promosi penjualan. Cara ini tidak efektif untuk menaikan penjualan karena pembeli mengetahui bahwa barang-barang yang dihasilkan berbagai produsen dalam industri tersebut tidak ada bedanya sama sekali.

4.        Terdapat banyak perusahaan di pasar. Sifat inilah yang menyebabkan perusahaan tidak mempunyai kekuasaan untuk merubah harga. Sifat ini meliputi dua aspek, yaitu jumlah perusahaan sangat banyak dan masing masing perusahaan adalah relatif kecil apabila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah perusahaan di pasar. Sebagai akibatnya produksi setiap perusahaan adalah sangat sedikit apabila dibandingklan dengan total produksi seluruh perusahaan di pasar atau industri.

5.        Pembeli mempunyai pengetahuan sempurna mengenai pasar. Dalam persaingan sempurna juga di asumsikan bahwa jumlah pembeli sangat banyak. Namun demikian di asumsikan pula bahwa masing-masing pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai keadaan pasar, yaitu mereka mengetahui tingkat harga yang berlaku dan perubahan keatas harga tersebut.

 

Hubungan diantara permintaan pasar dan permintaan yang di hadapi oleh perusahaan digambarkan oleh grafik di bawah ini :

 

 

 


 

Gambar II.1. (ii) menunjukan permintaan dan penawaran keatas barang yang dihasilkan perusahaan-perusahaan dalam suatu pasar persaingan sempurna. Dapat dilihat bahwa harga pasar yang tercapai adalah Rp. 200, dan jumlah barang yang diperjualbelikan adalah sebanyak 200.000 unit. Dalam gambar II.1.(i) ditunjukan permintaan yang dihadapai oleh suatu perusahaan dalam industri tersebut. Kurva permintaan dd adalah berbentuk satu garis lurus yang sejajar dengan sumbu datar, dan tingkat harga yang dicapai adalah Rp. 200. Kurva permintaan dd adalah bersifat elastis sempurna karena dua alasan. Yang pertama, karena hasil produksi perusahaan tersebut adalah serupa (identical) dengan peroduksi perusahaan-perusahaan lain dalam industri itu, dengan demikian apabila perusahaan tersebut menaikan harga hasil produksinya, tidak satu pun dari hasil produksinya akan terjual. Para konsumen akan membeli dari perusahaan lain. Alasan kedua,  oleh karena produksi perusahaan tersebut adalah sebagian kecil saja daripada yang diperjualbelikan di pasar, perusahaan tersebut dapat menjual seluruh produksinya pada harga Rp 200.

Kurva permintaan yang horizontal (elastis sempurna) bukan berarti bahwa perusahaan dapat menjual jumlah yang tidak terbatas pada harga yang berlaku, melainkan perubahan dan variasi produksi yang biasanya dapat dilakukannya tidak akan mempengaruhi harga[3].

Dalam persaingan sempurna pasar menentukan harga dimana perusahaan menjual produknya. Perusahaan akan memilih jumlah output yang akan memaksimumkan labanya. Pada tingkat output inilah p=MC. Apabila perusahaan memaxmimalkan labanya,ia tidakakan terdorong untuk merubah outputnya. Kecuali jika harga atau biaya berubah, perusahaan akan terus memproduksi output pada pada tingkat ini dimana perusahaan berada pada ekuilibrium jangka pendek, yang dilukiskan dalam gambar II.2 dibawah ini

 

 

 

 


2.1.2. Pasar Monopoli

Struktur pasar yang sangat bertentangan dengan cici-cirinya dengan persaingan sempurna adalah pasar monopoli. Monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat  satu perusahaan saja, dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti yang dekat. Ciri-ciri pasar monopoli adalah :

1.        Pasar monopoli adalah industri dengan satu perusahaan sebagai produsen, dalam industri tersebut hanya ada satu perusahaan, dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak bisa didapatkan dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau menginginkan barnag tersebut maka mereka harus membeli pada firma tersebut.

2.        Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan oleh perusahaan monopoli tidak dapat digantikan dengan barang lain yang ada di dalam pasar.

3.        Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan memiliki kekuasaan monopoli

4.        Dapat menentukan harga. Karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, sehingga perusahaan memiliki kekuasaan penuh dalam penentuan harga.

5.        Promosi iklan kurang diperlukan. Perusahaan monopoli tidak perlu melakukan promosi penjualan secara iklan. Karena ketiadaan saingan menyebabkan semua pembeli yang memerlukan barang yang diproduksinya  tersebut terpaksa membeli dari perusahaan monopoli itu.

 

2.1.3. Pasar Monopolistik

2.1.4. Pasar Oligopoli

 

Selain model-model oligopoli diatas Joe S Bain membuat batasan jumlah perusahaan yang menguasai beberapa bagian pasar adan menggolongkannya menjadi beberapa tipe oligopoli :

1.        Tipe I

Tipe ini adalah tipe oligopoli penuh atau tingkat konsentrasi sangat tinggi. Pada tipe I ini 3 perusahaan terbesar menguasai sekitar 87% dari total penawaran output ke suatu pasar atau 8 perusahaan terbesar menguasai 99% total penawaran output.

2.        Tipe II

Tipe ini merupakan tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi tinggi. Pada tipe II ini empat perusahaan terbesar menguasai 65%-75% penawaran output, delapan perusahaan tebesar menguasai 85%-90% penawaran output atau 20 perusahaan terbesar menguasai 95% penawaran output.

3.        Tipe III

Tipe ini merupakan tipe oligopoli dengan tingkat  konsentrasi moderat tinggi. Pada tipe ini empat perusahaan terbesar menguasai sekitar 50%-65% penawaran output atau 20 perusahaan terbesar menguasai 95% penawaran output.

4.        Tipe IV

Tipe ini merupakan tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat rendah. Pada tipe ini empat perusahaan terbesar menguasai sekitar 38%-50% penawaran output, delapan perusahaan terbesar menguasai sekitar 65% atau 20 perusahaan terbesar menguasai sekitar 70% penawaran output.

 

2.2. Teori Ekonomi Industri

 

Teori ekonomi Industri merupakan bagian dari ilmu ekonomi terutama sekali didasari oleh teori ekonomi mikro. Sehingga tidak mengherankan apabila perilaku yang dipelajari relatif sama dengan perilaku yang dipelajari pada teori ekonomi mikro. Teori Ekonomi industri khususnya menganalisa hubungan antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain, saling ketergantungan antara satu sama lain didalam pasar dan mata rantai antara kondisi pasar, perilaku perusahaan dan kinerja ekonomi[4].

Pada awal dipelajarinya ekonomi industri, hubungan antara struktur pasar dengan perilaku dan kinerja merupakan hubungan satu arah, namun sejalan dengan perkembangan ekonomi hubungan ketiganya semakin kompleks. Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja sekarang merupakan hubungan dua arah yang saling mempengaruhi. Ini berarti bahwa kinerja industri dapat mempengaruhi perilaku perusahaan dan perilaku perusahaan dapat mempengaruhi struktur pasar. Sebagai contohnya efisiensi dalam kegiatan usaha dan kemampuan dalam strategi perusahaan yang berubah akan merubah peta masing-masing perusahaan, hal ini berarti berubahnya struktur pasar yang sudah ada sebelumnya.  Struktur pasar, perilaku perusahaan dan kinerja dapat menentukan situasi dan kondisi pasar. Hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiga variabel di tersebut dapat dilihat dalam gambar 2.7.

 

 

 
 

 

 


2.3. Struktur Industri

Stuktur pasar industri merupakan variabel yang penting untuk mempelajari ekonomi industri karena struktur pasar industri akan mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan yang ada dalam industri. Struktur pasar juga penting karena menentukan perilaku perusahaan yang ada dalam industri. Pada akhirnya perilaku tersebut akan menentukan kualitas kinerja industri. JS Bain mendefinisikan struktur pasar sebagai karakteristik pasar yang mempengaruhi sifat kompetisi dan harga pasar[5].

Dari definisi bain dapat diketahui bahwa dalam struktur pasar inilah bentuk-bentuk pasar pada ekonomi industri secara empirik di terapkan. Dengan mengetahui struktur pasar, maka akan dapat diklasifikasikan suatu bentuk pasar apakah mendekati persaingan persaingan sempurna, monopoli, persaingan monopolistis atau oligopoli. Struktur pasar adalah bentuk pasar dalam dunia yang sesungguhnya.

 

2.3.1. Unsur-unsur Struktur Pasar.

Walaupun belum ada kesepakatan yang mendasar tentang ukuran atau jenis struktur industri atau pasar, namun biasanya metode yang paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan struktur pasar atau industri adalah atas dasar banyaknya penjual atau pembeli dan homogenitas atau derajat differensiasi produk. Bertumpu pada metode tersebut, teori perusahaan tradisional mengklasifikasikan struktur pasar atau industri dalam empat ciri utama yaitu yang biasanya dikenal sebagai konsentrasi penjual, konsentrasi pembeli, hambatan masuk, dan differensiasi produk[6].

 

Tabel 2.1

Klasifikasi Struktur Pasar

Struktur Pasar

Jumlah Penjual

Jumlah Pembeli

Hambatan Masuk

Produk

Persaingan Sempurna

Banyak

Banyak

Kecil

Homogen

Persaingan Monopolistik

Banyak

Banyak

Kecil

Heterogen

Persaingan Oligopoli

2-10

Banyak

Besar

Heterogen

Monopoli

 

Satu

Banyak

Besar

Homogen

 

2.3.2. Konsentrasi

Konsentrasi dapat diartikan sebagai prosentasi pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan relatif terhadap pangsa pasar total. Pada prinsipnya konsentrasi tidak disebabkan karena faktor kebetulan tetapi karena adanya kekuatan permanen yang terletak dibelakang konsentrasi yang biasanya tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Konsentrasi juga menunjukan tingkat produksi dari pasar atau industri yang hanya terfokus pada satu atau beberapa perusahaan terbesar[7].

Dapat pula dikatakan bahwa konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan yang terkemuka atau oligopolis, dimana perusahaan itu saling menyadari adanya saling ketergantungan satu sama lain. Karena alasan inilah biasanya mereka lalu bekerja sama satu sama lain membentuk organisasi  terselubung untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah mereka kuasai. Kelopok perusahaan oligopolis ini biasanya terdiri dari 2-8 perusahaan terbesar pada industri yang sama. Kombinasi dari pangsa pasar perusahaan-perusahaan itu nantinya membentuk suatu tingkat konsentrasi dalam pasar.

Dari beberapa pengertian konsentrasi tersebut diatas dapat dikatakan bahwa pengertian konsentrasi sangat erat  hubungannya dengan pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu industri. Hal ini dapat dimaklumi karena konsentrasi adalah besarnya pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan relatif terhadap pangsa pasar total yang biasanya diambil dari pangsa pasar perusahaan terbesar di dalam industri dimana perusahaan-perusahaan tersebut berada. Semakin besar pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tersebut relatif  terhadap pasar total, maka dapat dikatakan bahwa industri tersebut mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi.

 

2.3.2 Ukuran Konsentrasi

Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi dalam suatu industri, diantaranya adalah :

1.        Indeks Herfindahl

Orris C Herfindahlmengukur konsentrasi industri dengan formula[8] :

 

 

 

 


Notasi n adalah jumlah perusahaan yang terdapat dalamsuatu industri sedangkan   NV i adalah besaran absolut dari variabel yang diamati pada perusahaan ke I, misalnya adalah nilai aset, jumlah kredit dan modal sendiri. Selanjutnya NV mewakili jumlah keseluruhan dari nilai variabel yang diukur.

 

2.        Indeks Bain

 

Berdasarkan batasan teoritik, laba adalah kelebihan penghasilan dari ongkos total yang merupakan bagian dari pendaptan perusahaan. Perhitungan laba menurut konsep akuntansi adalah penghasilan dikurangi ongkos dan depresiasi. Tetapi Bain menghitung lagi nilai investasi (v) dan bunga (i). Jadi batasan laba secara ekonomi menurut Bain adalah (R-C-D iv). R adalah penerimaan, C adalah ongkos, i adalah tingakt bunga yang berlaku sekaligus merupakan resiko dalam nilai investasi.

Selanjutnya Bain mengukur tingkat keuntungan suatu industri, sehingga tingkat keuntungan dapat dibandingkan antar industri. Dengan demikian tingkat keuntungan atau laba tidak hanya untuk satu perusahaan saja tetapi dapat bersifat agregat dalam suatu industri. Indeks Bain mempunyai formula sebagai berikut :

 

 

 

 

 


Berdasarkan formula diatas maka apabila semakin tinggi nilai IB maka struktur pasar/industri yang dialami adalah monopoli. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil nilai IB maka akan condong pada struktur persaingan sempurna.

 

3.        Indeks Lerner

Berbeda halnya dengan indeks Bain, Indeks Lerner tidak langsung mengukur tingkat laba. Lerner membandingkan antara perbedaan harga yang berlaku dengan ongkos marginal terhadap harga, yang formulanya adalah :

 

 
 

 

 

 

 

 

P adalah tingkat harga produk yang dihasilkan, MC adalah biaya marginal dalam memproduksi barang tersebut. Semakin tinggi nilai IL maka semakin mendekati monopoli, sebaliknya semakin kecil nilai IL maka semakin mendekati persaingan sempurna.

 

4.        Rasio Konsentrasi

 

Rasio konsetrasi ini secara lebih luas dikenalsebagai ukuran “kesenjangan” jumlah penyuplai dalam suatu pasar. Ukuran ini menyatakan presentasi pangsa pasar seluruh perusahaan dalam suatu industri yang dinyatakan dengan 4 perusahaan terbesar, 8 perusahaan terbesar, sampai 50 perusahaan terbesar dalam suatu industri secara bersama-sama menguasai 40% atau lebih dari pangsa pasar secara keseluruhan, maka struktur pasarnya berbentuk oligopoli.

Formula Rasio Konsentrasi adalah :

 

 
 

 

 

 


2.4. Kinerja Industri

 

Mengacu pada Paket kebijakan Februari 1991, dan disempurnakan lagi pada Paket Kebijakan Mei 1993, pada dasarnya Bank Indonesia menilai kesehatan suatu bank dengan melihat Capital, Asset Quality, Management, Earnings, dan Liquidity atau lebih dikenal dengan CAMEL[9]. Penilaian dengan metode CAMEL dimaksdukan agar diperoleh kriteria perilaku yg standar dan baku untuk setiap bank.



[1] Ricard Caves, America Industry. Structure, conduct, performance. Prentice Hall. 1972.

[2] Sadono Sukirno, SE.MS.Sc. Pengantar Teori Mikro Ekonomi.Rajawali pers, 1994

[3] Ricard G Lipsey, Pengantar Mikroekonomi, jilid 2, penerbit erlangga, Jakarta. 1997

[4] Roger clarke

[5] JS Bain

[6] CH Kirk Patrik

[7] Ricard Caves

[8] Nurimansyah Hasibuan

[9] Himpunan Ketentuan Perbankan 29 Mei 1993

 

 



[1] BLK

[2] Wihana K Jaya

[3] Anwar Nasution

[4] syahrir

[5] Wihana K Jaya

[6] Anwar Nasution